Menonton RCTI barusan seputar berita Bunga, salah seorang siswi Yogyakarta yang tidak lulus SLTA (SMU ato SMA? aduh gue ga tau deh: reporternya aja kebalik2), karena tidak lulus bahasa Inggris. Untuk pelajaran lain Bunga lulus dengan nilai sesuai dengan yang dipersyaratkan 4.26. Ujian Bahasa Inggris dalam tes akhir ini termasuk Listening (yang di pronounce: Lis-te-ning, instead of Lis-se-ning; dalam bahasa jawa yang medhok). Disekolah Bunga baru diperkenalkan sistem pembelajaran bahasa inggris listening 2 bulan terakhir, dengan frekuensi 1x seminggu, jadi what do you expect dalam 8x pertemuan? 🙁
Hmm… menurut saya sih, pemerintah tidak salah, tapi tidak juga benar. Kalo mau standarisasi ya dimulai dengan kualitas gurunya dahulu! Dan bicara soal bahasa inggris ini saya pernah paparkan dalam English As Our First Language? Why Not?. Tanpa tidak mengecilkan peran pemersatuan Bahasa Indonesia, rasanya pemerintah harus mulai memunculkan strategi infiltrasi Bahasa Inggris dalam kehidupan bangsa ini, memang ini adalah panetrasi Amerika dalam kebudayaannya, tapi mau dibilang apa, kita sudah gagal toh dalam men”dunia”kan Bahasa Indonesia, kita harus paling tidak compatible lah dengan bahasa pergaulan dunia ini. Kecuali kalo dari dulu pemerintah sakti sekali untuk menjadikan bahasa dunia adalah Bahasa Indonesia 😉
Terus terang saya suka sedih kalo melihat bangsa ini, boro-boro yang tidak berpendidikan, kualitas eksekutif kita saja kalo ke luar negeri blatak semua inggrisnya (baca: ratio antara pelaku yang dapat berbahasa Inggris fluent dengan yang sepotong2 dengan yang tidak bisa sama sekali). Apalagi mahasiswa. Apalagi masyarakat awam. Bandingkan dengan negara tetangga. Orang biasa pun bisa bahasa Inggris. Kalo diconfront dengan statement loh kita bukan jajahan Inggris kan, saya balikin “Loh dijajah Belanda aja tidak membuat generasi sekarang bisa berbahasa Belanda” 😀 …. what’s the hell is wrong with this country??
Gimana nih Pak SBY? (mumpung Pak SBY lagi hobby mendengarkan suara masyarakat!! … anggap aja NGe-SMS via 9949 :D)
July 2nd, 2005 at 11:14 pm
Sistim pendidikan di Indonesia memang menyedihkan. Jadi anak orang kaya yang bisa nyekolahin anak di sekolah2 “ivy league”….tapi ternyata anaknya males dan ga’ ada motivasi (didikan orang tua yang membuat anaknya cuma tau beres…alhasil ga’ mau susah). Giliran ga’ ada duit, anak cuman sekolah di sekolah negri yg perkembangan pendidikan jalannya lebih lambat dari siput…alhasil, anaknya juga malas karena ga’ ada tantangan di sekolah. Giliran anaknya pinter, orang tua bisa nyekolahin, duit lumayan ada (biar ga’ kaya)….yach…kebentur sistem pendidikan…jadi gimana dong???
Saya sich berpendapat…trust no one…believe in yourself and makesure you get your education at home (apakah dari orang tua atau belajar sendiri).
July 2nd, 2005 at 11:37 pm
Education start from home? hmm point yang masuk untuk keluarga minimal dari yg middle class, kalo yang lower class (blue collar), pendidikan macam apa yang orang tuanya bisa provide? (maksimal cuma nilai2 kebajikan, karena kalo wawasan orang tuanya sendiri terbatas)… nah yang ini yang jadi tugas pemerintah. Mengentaskan kemiskinan!! Karena kemiskinan pangkal keterpurukan. Negara ini sudah terpuruk, salah satunya diangkat dari pendidikan, tapi kalo ngandalin pendidikan dari rumah ada batasnya (kemampuan keluarga). Nah media dan “environment” itu yang pemerintah bisa bantu.
Kalo anak orang kaya sih ga usah dipikirin! Masih bodo juga udah disekolahin mahal-mahal mau ngomong apa*. Yang paling gombal adalah, banyaknya MNC yang cuma liat lulusan luar negeri. Ya karena orang tuanya mampu, makanya disekolahkan, pulang2 menjabat posisi enak. Jadi sustainable kekayaannya. Nah yang miskin dan belum terentaskan ini kan yang harus dipikirin pemerintah.
*Banyak juga yang sekolah ke luar negeri tapi dapat membanggakan. Beasiswa, atau survival, atau disekolahin ortunya tapi masih bener hasilnya. No flame here. Just the fact.
July 3rd, 2005 at 3:35 am
Angkatan Oom Tante saya yang pernah mengalami penjajahan Belanda sampai sekarang masih lumayan fasih bahasa Belanda. Bahkan kalau bicara bahasa Indonesia masih dicampur2 dengan Belanda, misalnya kata2: saya, kamu, ulang tahun, enak, dll
July 3rd, 2005 at 4:16 am
di sini (FI) bahasa lokal (bahasa lokalnya ada dua, bhs suomi dan bhs swedia) dipakai benar-benar dipakai.
– komputer semua berbahasa lokal (sistem operasi dan aplikasi), semua (sekali lagi *semua*) diterjemahkan ke bahasa lokal, yang kalau dalam kasus bahasa Indonesia biasanya sering dicemooh (misalnya, memory card diterjemahkan jadi muistikortti yang bahasa Indonesianya artinya kartu pengingat)
– televisi muatan asing berbahasa asli (kadang2 di dub) dengan diberi terjemahan bahasa lokal (demikian pula dengan bioskop, kalau di bioskop terjemahannya dua2nya, tapi kalau di tv cuma suomi aja)
– koran2, pengumuman2, dan surat2 selebaran semua berbahasa lokal.
– kalo ga perlu2 amat ya ga ada itu ngomong inggris
akan tetati,
kalau kita ngomong inggris sama orang sini, kok lancar sekali ya, hampir semua orang (terutama yang muda2) bisa ngomong inggris, perawat, tukang jualan, kasir, supir bis, dsb. ternyata mungkin selain dari pendidikan (kursus atau dari sekolah), juga karena *terbiasa* ngomong dengan orang non-lokal. mungkin itu jadi keuntungannya bagi mereka dengan adanya banyak orang pendatang di sini. ya sama aja kali kayak membandingan kondisi di bali dengan jakarta.
uniknya kalau orang lokal saling ngobrol tapi melibatkan bahasa inggris, mereka akan ucapkan sesuai pengucapan lokal, misalnya MEGAZONE ya mereka ucapkan megazone, bukannya megazon, button mereka ucapkan buton bukannya batten. Tapi kalau lagi ngomong inggris, ya ucapannya balik lagi ikut inggris 😀
tapi ini kan di sini, yang penduduknya cuma seupil, kalo di Indones kan penduduknya udah kebanyakan. Presidennya juga pusing ini gimana mau ngaturnya.
July 3rd, 2005 at 4:19 am
heheh yup, mungkin salah liat penekanan kalimat saya; Kita “sekarang” tidak ada yang bisa berbahasa Belanda inherit dari keberadaan Belanda dahulu, bukan bicara generasi dulu yang masih ngalamin proses tersebut. Saya dulu punya Bapak Kos, tepatnya sudah Kakek-kakek, Pak Handi namanya; Alamat Tubagus Ismail XV/4, luar biasa.. beliau menguasai 7 bahasa!! dan masih bisa nempel dengan none none muda sekarang 😀 Itu baru inherit Belanda… 😛
July 3rd, 2005 at 5:51 am
Yang jelas, BERANTAS KORUPSI DULU! Tegakkan keadilan, hukum koruptor SEBERAT-BERATNYA (Boleh kok dihukum mati, saya sangat setuju).
Gemas sekali dengan tingkah polah koruptor itu. Beberapa tokoh yang dulunya saya banggakan karena saya kira bersih, toh kenyataannya juga begitu.
Apa hubungannya dengan pendidikan?
Saya cuma berpikir kalau uang yang dikorupsi itu dipakai untuk memajukan dunia pendidikan kita. Pendidikan dasar HARUS GRATIS, apalagi buat yang tidak mampu.
Bahasa Inggris mutlak diajarkan sejak sekolah dasar. Saya tidak tahu situasi sekarang, tapi sekitar thn. 1980+ saat saya masih SD, saya ingat sudah diajari bahasa inggris sejak kelas 5 SD.
Tapi apa lacur, pemerintah sekarang juga masih saja tidak mengerti tentang globalisasi. Buktinya? Uang fiskal 1 juta juga masih diharuskan. Kenapa? Mungkin ya itu tadi, ladang empuk buat dikorupsi !
Ah, negeriku 🙁
July 3rd, 2005 at 7:16 am
Boro2 kita sekarang belajar bahasa Belanda. Banyak buang waktu belajar yang nggak penting.
PPKN/PMP?? Boleh sih ngajarin yang begituan, tapi jangan sampai ngabisin waktu di sekolah padahal yang di atas sendiri (baca: yang KKN dan pelanggaran2 lainnya) malah melanggar hal2 yang diajarkan di pelajaran PPKN dan PMP.
Sejarah? Berapa banyak bagian dari sejarah Indonesia yang diragukan kebenarannya? Duh, berapa jam yang terbuang untuk mempelajari hal2 yang mungkin hanyalah sebuah rekayasa.
Kembalikan waktu berhargaku oh bangsaku.
July 3rd, 2005 at 7:31 am
Yup itu dia, tapi kalo menurut gue ga musti segala sesuatu harus disekolah dapetnya. Memang kurikulum pendidikan jangan dijejelin seperti sekarang (ato sebaiknya kembali ke pendidikan budi pekerti?), tapi “aura” kita siap sebagai negara yang siap dengan globalisasi, itu yang sama sekali ga ada terasa disini. Karena itu ga heran jumlah tourist ga seberapa di Indonesia (kecuali di beberapa tempat spt di Jakarta — karena pekerjaan, atau Bali — suatu pengecualian).
Circular? Ya jelas, tapi harus ada yang memulai memutuskan mata rantainya, dan ini hanya bisa dimulai dari pemegang keputusan absolut.
July 3rd, 2005 at 8:14 am
Saya setuju, kalau bahasa Inggris jadi bahasa pertama di negeri ini ketimbang ‘bahasa’ (baca: bahasa Indonesia). Kerasa banget, saat mulai mau posting di blog dgn kemampuan bahasa Inggris yang pas-pasan.
July 3rd, 2005 at 10:52 am
A response to first comment above:
I grew up in a lower class family, my father have no fixed job and my mother is a SD teacher. My parents have some principal in life, one important thing is their 5 childrens must finishing school whatever it takes in all costs. I cannot imagine how they support me, my brother and my sister until my little brother have finished college degree couple years ago.
I wrote this mess English words practically based only from official English book at SMP and SMA (one book persemester) as long as I can remember.
Education from home is a must, even my parents never teach me English, Physics, Maths or other cryptic sciences like computer or internet.
July 3rd, 2005 at 8:59 pm
saya pikir bukan masalah bahasa pengantarnya, melainkan sistem pendidikannya.. alasan bahwa bahasa inggris terlalu sulit dan seterusnya bukanlah alasan. anak usia tk sekarang jika diajari bahasa inggris (fun, bukan inggris structure/grammar) setidaknya punya perbendaharaan kata yang lebih baik ketimbang saya semasa smp.
yang lebih penting lagi adalah latihan berpikir kritis, mencari informasi (buka kamus, ensiklopedia, wikipedia, dst.), dan adab berdiskusi ketimbang dijejali hafalan moral. untuk usia smp, alih-alih ppkn atau apalah namanya mendingan disuruh nonton southpark untuk kemudian didiskusikan 😛
linkgaran setan kemiskinan-pendidikan harus segera diputus. percuma teriak berantas korupsi kalau penegak hukum kalah cerdas ketimbang koruptor.
July 4th, 2005 at 12:03 am
Belajar b.Inggris / mengajarkan b.Inggris kepada anak-anak itu sebetulnya gampang sekali lho kalau tahu triknya : kalau lingkungan mereka berbahasa Inggris, maka cuma dalam waktu 2-3 bulan maka mereka juga akan bisa secara otomatis.
Artinya? Kalau Ortu & sekolahnya berbahasa Inggris, maka dalam waktu yang singkat sekali mereka sudah akan bisa berbicara dlm b.Inggris juga.
B.Inggris sbg nilai tambah – beberapa waktu yang lalu saya cuma bisa gemas menyaksikan berbagai peluang yang sebetulnya bisa dikerjakan oleh orang Indonesia, tapi jatuh ke orang India/Filipina/Malaysia/dll.
Sebabnya ? Karena mereka bisa berbicara Inggris.
B.Inggris juga penting utk pengembangan wawasan. Hal ini karena sangat banyak literatur yang tersedia dalam b.Inggris dan disediakan secara cuma-cuma (contoh: wikipedia, dll)
February 12th, 2006 at 12:12 am
konon kabarnya kita2 org indonesia lbh lama dijajah VOC dibanding dijajah ama Blanda, jd ya wajar dong kl mereka tdk mengusahakan kesejahteraan & kepandaian, wong namanya jg perusahaan rampok eh …. dagang eh …. ya pokoknya dagang sambil ngerampok gitu hehehe … walhasil yg bs bhs Blanda waktu itu cuman sebagian kecil org2 saja. kakek nenek saya jg gak ada yg bisa bhs Blanda tu (begitu juga kakek nenek temen2 saya)
May 8th, 2006 at 5:42 pm
Saya guru bahasa inggris dan saya merasakan betapa sulitnya memahami sistem pendidikan bahasa asing di Indonesia ini. Ngajarnya apa tes finalnya pakai uan yang validitasnya tidak diketahui (Banyak jawaban soal uan yang membingungkan murid). Sebenarnya kalau bicara sistem emang ya! Sistem pengajaran bahasa inggris salah kaprah dah. Dari tk kita tanamkan konsep pengertian dan vocab dengan language environment yang mendukung. Baru grammar dan lain-lain ditanamkan setelah anak mulai belajar ‘language production’. Sebelumnya bahasa inggris dalam bentuk input berulang aja. Let’s do something…..bapak ibu guru bahasa inggris.
February 23rd, 2007 at 5:09 pm
jadi gatel pengen ngomong hehhehhe…ikut posting yak
emang kita itu susah, wong bahasa negeri sendiri aja masih salah-salah kok.
iklan-iklan di jalan, media tv sampe media cetaknya [kelas nasional] aja masih salah dalam penggunaan tata-tulisnya!!
paling sering terjadi adalah penggunaan kata ‘di’ yang diikuti kata penunjuk tempat: ITU HARUS DIPISAHHHHHHHH!!!!! contoh : di rumah, di sini, di atas ………sori gue jadi sok ngajarin gini. tapi itu media kan juga sarana pendidikan buat rakyat. kalo medianya aja salah… ya… gimana yaa
dulu–saat kuliah– saya bersyukur karena satu2xnya nilai A akhirnya saya dapat dari Bahasa Indonesia [yang jelas-jelas bukan bidang saya dan cuma 1 atau 2 sks …huahahaha]. Sekarang rasa bersyukur itu berubah jadi prihatin….. tidak ada yang perhatian sama bahasa bangsanya sendiri.
saat ini masih banyak terjadi kerancuan — mana yang benar– dalam Bahasa Indonesia [dan saya belum pernah dapat sosialisasi apa pun tentang yang mana yang benar, mohon kalau ada yang tahu atau linknya, beri saya pencerahan yak…..nuhun pisan], misal:
– November atau Nopember
– Pebruari atau Februari
November 1st, 2007 at 10:43 am
aduch….namanya belajar bahasa, ya biasain, maklum dech kalo kita sulit pelajarinyee, tapi smua itu butuh usaha jd orang kuno bilang “jer bassuki mowo beo” tu bener lhooo.dan yang paling penting dalam pelajarin bahasa menurut aku biasain ja dikit lama2 jadi bukit. jd walo pemerintah dah ngluarin kebijakan macem2 n aneh2 tp dirimu tidak da usaha g’ akan dech tu bahasa bisa nempel di bibir u.
November 5th, 2007 at 1:32 am
# Jay Said: ….. (quote diatas)
=> Wah baru baca banyak komen di posting lama ini. Kang Jay komen juga. Sama kang, aku juga inggris pas pasan… mending pas atas, ini pas bawah kekekekeke… pernah dapet komen juga di salah satu posting 😀
http://adinoto.org/?p=22
# hudi Says:
September 18th, 2006 at 8:36 am e
ha ha ha ha…. great spirit and very good courage writing blog in english with that “ancur†english. keep on going man, you know you can do it and everybody will understand it!
November 5th, 2007 at 1:33 am
# reyna Says:
November 1st, 2007 at 10:43 am e
aduch….namanya belajar bahasa, ya biasain, maklum dech kalo kita sulit pelajarinyee, tapi smua itu butuh usaha jd orang kuno bilang “jer bassuki mowo beo†tu bener lhooo.dan yang paling penting dalam pelajarin bahasa menurut aku biasain ja dikit lama2 jadi bukit. jd walo pemerintah dah ngluarin kebijakan macem2 n aneh2 tp dirimu tidak da usaha g’ akan dech tu bahasa bisa nempel di bibir u.
=> Setuju, temen dulu ada yg suka nyablak bahasa inggris kayak koboi deh ancur ancur abiss.. dah berapa taon ga ketemu … njritt alus euy inggrisna 😀
November 5th, 2007 at 1:35 am
# intan Says:
May 8th, 2006 at 5:42 pm e
Saya guru bahasa inggris dan saya merasakan betapa sulitnya memahami sistem pendidikan bahasa asing di Indonesia ini. Ngajarnya apa tes finalnya pakai uan yang validitasnya tidak diketahui (Banyak jawaban soal uan yang membingungkan murid). Sebenarnya kalau bicara sistem emang ya! Sistem pengajaran bahasa inggris salah kaprah dah. Dari tk kita tanamkan konsep pengertian dan vocab dengan language environment yang mendukung. Baru grammar dan lain-lain ditanamkan setelah anak mulai belajar ‘language production’. Sebelumnya bahasa inggris dalam bentuk input berulang aja. Let’s do something…..bapak ibu guru bahasa inggris.
=> Wah ada jawaban dari yang berkaitan… makasih mbak Intan atas uneg2nya… Pak Bu pejabat berwenang tolong diperhatikan dong.
November 5th, 2007 at 1:37 am
Mo nambahin satu:
Jadi inget pengalaman waktu sama rekan saya ke Istana Tampak Siring, Bali. Betapa malunya kami (para lulusan pasca sarjana) ketika liat para pedagang souvenir disana ngomong segala bahasa tergantung tamunya yang dateng! Adoooh makjang muka gua mo ditaruh dimana 😀
November 5th, 2007 at 1:38 am
# Harry Says:
July 4th, 2005 at 12:03 am e
Belajar b.Inggris / mengajarkan b.Inggris kepada anak-anak itu sebetulnya gampang sekali lho kalau tahu triknya : kalau lingkungan mereka berbahasa Inggris, maka cuma dalam waktu 2-3 bulan maka mereka juga akan bisa secara otomatis.
=> Kalo lingkungan ortunya blon mampu (baik secara ekonomi dan bahasa) berbahasa Inggris gimana dong kang solusinya?
November 5th, 2007 at 1:40 am
#
# Saya Says:
July 3rd, 2005 at 4:16 am e
di sini (FI) bahasa lokal (bahasa lokalnya ada dua, bhs suomi dan bhs swedia) dipakai benar-benar dipakai.
– komputer semua berbahasa lokal (sistem operasi dan aplikasi), semua (sekali lagi *semua*) diterjemahkan ke bahasa lokal, yang kalau dalam kasus bahasa Indonesia biasanya sering dicemooh (misalnya, memory card diterjemahkan jadi muistikortti yang bahasa Indonesianya artinya kartu pengingat)
– televisi muatan asing berbahasa asli (kadang2 di dub) dengan diberi terjemahan bahasa lokal (demikian pula dengan bioskop, kalau di bioskop terjemahannya dua2nya, tapi kalau di tv cuma suomi aja)
– koran2, pengumuman2, dan surat2 selebaran semua berbahasa lokal.
– kalo ga perlu2 amat ya ga ada itu ngomong inggris
akan tetati,
kalau kita ngomong inggris sama orang sini, kok lancar sekali ya, hampir semua orang (terutama yang muda2) bisa ngomong inggris, perawat, tukang jualan, kasir, supir bis, dsb. ternyata mungkin selain dari pendidikan (kursus atau dari sekolah), juga karena *terbiasa* ngomong dengan orang non-lokal. mungkin itu jadi keuntungannya bagi mereka dengan adanya banyak orang pendatang di sini. ya sama aja kali kayak membandingan kondisi di bali dengan jakarta.
uniknya kalau orang lokal saling ngobrol tapi melibatkan bahasa inggris, mereka akan ucapkan sesuai pengucapan lokal, misalnya MEGAZONE ya mereka ucapkan megazone, bukannya megazon, button mereka ucapkan buton bukannya batten. Tapi kalau lagi ngomong inggris, ya ucapannya balik lagi ikut inggris 😀
tapi ini kan di sini, yang penduduknya cuma seupil, kalo di Indones kan penduduknya udah kebanyakan. Presidennya juga pusing ini gimana mau ngaturnya.
=> Wah ada Kang Damt juga komen disini. Terima kasih atas masukan dan komparasinya kang. Kalo saya disini bisa 5 bahasa, tapi bahasa daerah semua hahahaha… mungkin itu kelebihannya tinggal di eropa, jogging dikit bisa nyebrang negara lain, jadi lebih banyak bahasa yg bisa di dapat.
October 8th, 2010 at 4:05 pm
MMM GIMANA YA..
LG MALAS AJA BERKOMENTAR
thank for your
if you want to know my profile