The Biggest Monopoly In High-Tech Industry (Learn From Intel’s Case)

Uncategorized Add comments

Intel. 99,9% pengguna komputer di seluruh dunia familiar dengan nama besar Intel Corporation. Ketika seseorang membayangkan sesuatu yang berhubungan dengan komputer, dua nama yang terlintas di kepala meraka adalah Intel. Dan Microsoft.

Judul di atas saya tulis cukup provokatif dan ketika seseorang membayangkan biggest monopoloy dalam dunia High-Tech maka yang terbetik dikepala mereka adalah Microsoft. Tidak tepat! The biggest monopoly in IT industry adalah Intel. Setidaknya menurut saya. Simak uraian saya di bawah ini dan saya nantikan komen dan pendapat anda.

Tidak banyak dari pengguna komputer yang mengetahui latar belakang Intel Corporation pada dasarnya bukannya produsen mikroprosesor seperti mereka saat ini. Bisnis Intel Corporation dimulai dari bisnis memory. Ya, seperti halnya Hynix, Samsung, atau AM1 pada hari ini. (VisiPro, Kingston, Transcend juga adalah pebisnis di sektor memory, hanya mereka tidak memproduksi memory chips seperti 3 perusahaan yang saya utarakan di atas).

Bisnis memory Intel pada masa tersebut tidak dapat disebut berhasil, karena Intel selalu dikalahkan oleh produsen memory chips dari Jepang, yang selalu dapat menghasilkan ukuran memory yang lebih besar dengan harga yang lebih murah (Jepang menutup rahasia keberhasilan produksi memory chips mereka yang ternyata menggunakan teknik foto film sehingga lebih dapat meningkatkan keberhasilan produksi mereka). Di beberapa kesempatan Intel terlalu ambisius dengan teknologi produksi memory sedangkan produsen Jepang memilih teknik-teknik yang lebih konvensional (lawas) sehingga dapat menghasilkan memory dengan teknologi yang lebih lama namun ukurannya lebih besar dengan harga lebih murah.

Keberhasilan Intel di bawah kepemimpinan Andy Grove yang karismatik terbilang suatu anugerah yang dimiliki Intel yang dapat disetarakan dengan kepemimpinan Jack Walsh yang memimpin GE (General Electrics). Di bawah kepemimpinan Andy Grove, Intel memutuskan untuk menutup bisnis memory dan memutuskan untuk mencoba membuat mikroprosesor.

Pada masanya Intel 8086 tidak lebih unggul daripada chip unggulan dari pesaingnya Zilog-80 (Untuk ini saya masih bisa lihat banyak sekali dosen pada awal tahun 90-an yang masih mengajarkan dan memiliki banyak buku berkaitan dengan Zilog-80 yang cukup populer pada pertengahan tahun 80-an). Namun pada saat ini praktis dunia dikuasai oleh mikroprosesor dari Intel.

Mengapa saya menulis judul “The Biggest Monopoly in High-Tech Industry” dan mengaitkan hal tersebut dengan Intel?… Ok untuk menjelaskan hal tersebut saya perlu menjelaskan suatu hal yang berkaitan dengan istilah “CHIP BUDGET”.

Apakah yang dimaksud dengan Chip Budget? Setiap mikroprosesor pada dasarnya dibuat dengan budget in mind alias anggaran yang harus dikeluarkan untuk membangun kapasitas produksi, dan bayangan ongkos produksi, harga jual akhir dan sebagainya. Mengapa chip budget berperan untuk menjelaskan perihal di atas?
Karena harga jual chip Intel terbilang memiliki margin terlalu besar! Dengan menguasai lebih dari 84% dari market share mikroprosesor di dunia, Intel bebas menentukan harga jual chipnya.

Bagaimana saya bisa menuduh Intel memiliki margin yang terlalu besar untuk setiap mikroprosesor yang di jualnya? Ok, tahukah anda bahwa Celeron mikroprosesor dibuat dengan proses produksi yang sama dengan Pentium 4 terbaru? Sebagian dari anda yang merupakan pemain di sektor bisnis komputer tentu sudah tidak asing lagi dengan ini. Celeron adalah mikroprosesor yang ditujukan oleh Intel untuk pengguna rumahan dan berharga jauh lebih murah daripada Pentium 4. Pada dasarnya Celeron dan Pentium 4 itu produk yang sama yang hanya dibedakan oleh besarnya Level-2 Cache yang dikurangi.

Tahukah anda berapa harga jual dari Celeron terbaru? Celeron terbaru dengan rate clock 2,4 GHz dijual dengan kisaran harga 70-an US dollar, sedangkan Pentium 4 2,4 GHz dapat dijual pada hari ini dengan kisaran harga 130-an US dollar (beberapa bulan lalu malah masih di kisaran harga 180-190-an US dollar). Dan salah satu variant dari Pentium 4 (Extreme Edition) yang diberikan L3 Cache yang lebih besar dapat dijual Intel dengan harga kisaran 1,000 US dollar! Coba anda tanyakan ke toko langganan anda, minta mereka untuk meng-quote harga untuk spesifikasi Intel Pentium 4 3,2 Extreme Edition, dan anda akan terkejut dengan harga yang disodorkan.

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Pada dasarnya setiap chip diproduksi di dalam “black box” process. Mikroprosesor pada dasarnya adalah cacat material yang disebut dengan semikonduktor (semi karena dapat bersifat sebagai penghantar maupun sebagai penghadang, bayangkan switch kontak rumah anda, yaitu dapat bersifat hidup dan mati, bersifat penghantar apabila diberi tegangan positif dan bersifat penghadang apabila diberi tegangan negatif — sebelumnya saya mohon maaf kepada para staff pengajar Fisika Dasar saya, khususnya kepada Prof. Sutrisno, PhD di ITB karena saya hanya ingat hal basic seperti ini :P). Nah karena diproses dengan melalui suatu “black box” maka hasil akhir dari proses tersebut tidak dapat dipastikan berapa GHz mikroprosesor tersebut akan dihasilkan. (Artinya sekian persen dalam ukuran x GHz, sekian persen dalam ukuran y GHz, dan seterusnya). Namun chip-chip ini kemudian akan di-rating dan di locked (dikunci) agar dapat dijual dalam ukuran yang mereka inginkan (Contoh: Dirating dalam ukuran 2,4GHz FSB 533, sebagian dalam ukuran 2,26GHz FSB 533, dan seterusnya dan seterusnya). Jadi sebenarnya batch produksi mereka memiliki harga dasar produksi (istilah mereka dalam dunia produksi COGS = Cost-Of-Gods-Sold) tidak akan membedakan setiap batch produksi. Chip-chip tersebut akan di rating dengan clock yang ada dan dijual dengan harga yang memiliki spread yang cukup jauh sekali. Harga produksi chip baru akan dapat menyentuh harga di atas 400 US dollar (Untuk Centrino bahkan untuk tipe terbaru dibandrol dengan harga diatas 800 US dollar). dan yang terendah dengan harga jual 130-an US dollar.

Para maniak teknologi akan cenderung untuk mengeluarkan uang untuk membeli keluaran yang terbaru, dan bagi Intel mereka ini akan dijadikan “penyandang dana” yang menkontribusikan pada kekayaan yang dibangun oleh Intel pada hari ini. Sedangkan para pengguna biasa akan mengeluarkan uang untuk membeli “middle chip” yang direlease pada masa itu. Chip ini pun masih memiliki keuntungan yang cukup besar bagi Intel (Sebagai petunjuk, chip Pentium 4 pada clock chip yang sama dengan Celeron tidak akan memiliki harga produksi yang lebih mahal dari pada 1/2-3/4 harga jual Celeron).

Bagaimana hal ini bisa terjadi tanpa kita semua sadar? Karena Intel sudah cukup berhasil menanamkan dibawah kesadaran kita bagaimana confident kita dibangun atas brand Intel dengan promosi “Intel Inside” nya selama setidaknya belasan tahun terakhir.

Saya masih ingat ketika IBM-Apple-Motorola mencoba memberikan persaingan dengan merelease PowerPC chip pada awal tahun 1994. PowerPC merupakan salah satu chip yang didesain cukup efisien sehingga memiliki ongkos produksi yang hanya 10% dari Intel Pentium pada masa itu. Saya masih ingat ketika itu menanyakan kepada salah seorang rekan saya (pameran komputer tahun 1994) berapa harga Motherboard dan Processor untuk Pentium 60 MHz (diluar hard disk, memory, monitor, dan perlengkapan lain yang dibutuhkan untuk membangun satu unit komputer) ternyata harganya cukup mengejutkan! 5,5 Juta rupiah (setara dengan US 2,500 US dollar pada hari ini hanya untuk board dan processor, dimana anda saat ini dapat memperoleh motherboard dan processor pentium 4 dengan harga mulai dari kisaran 200 US saja). Ketika IBM keluar dengan produk PowerPCnya, Intel segera bereaksi dengan menurunkan harga, namun IBM dengan ringannya menurunkan harga separuhnya juga (Toh harga produksinya pada saat itu hanya sekitar 10% dari harga produksi Intel Pentium).

Keterangan: Sebenarnya pemilihan teknologi Pentium pada awal tahun 1994 oleh Intel merupakan langkah yang salah, karena Pentium pada awalnya merupakan teknologi yang sangat kompleks dan mahal untuk diproduksi. Mengapa mereka berhasil menekan harga dan bersaing hingga hari ini? Kuncinya adalah : Economics of Scale!

Apa moral dibalik cerita ini? Buat saya cukup revealing dapat mengkontribusikan sesuatu kepada masyarakat pengguna Indonesia untuk mulai aware terhadap perlengkapan komputer yang tiap hari digelutinya, walaupun anda sebagai pengguna akhir. Perasaan ini cukup mengganggu selama 10 tahun terakhir karena saya tidak dapat menemukan media yang lebih baik untuk mendistribusikan informasi dengan cara yang paling murah dan efisien. Bagi anda pengusaha di sektor komputer, mohon maaf saya tidak bermaksud apa-apa sama sekali, karena saya tidak ubahnya seperti anda, yaitu pengusaha yang bergelut di sektor industri teknologi informasi. Pesan saya coba anda bayangkan dan hitung-hitung sudah berapa banyak (ratusan ribu dollar? jutaan dollar?) yang anda kontribusikan kepada Intel selaku monopoli sektor high-tech industri ini disaat keuntungan anda selaku perakit komputer relatif tidak ada harganya (1-2 dollar untuk setiap unit yang berharga ratusan dollar disetorkan kepada Intel).

Mengingat life cycle sektor teknologi informasi yang sangat cepat dan singkat saya jadi ingin menyentuh perasaan anda semua, apakah anda akan terus menjadi konsumen akhir yang tidak aware terhadap barang-barang konsumtif yang saat ini sukar dipisahkan dari kehidupan kita sehari-hari? Alangkah indahnya apabila konsumen diberikan opsi untuk memilih komputer dalam format konfigurasi dual-quad processor Celeron atau apapun dengan bundle harga yang reasonable (Oh saya merindukan ABIT BP6 Dual Celeron 500 saya dahulu) 😛

Komentar dan diskusi rekan-rekan sangat dinantikan. Tentunya saya mengundang komentar dan diskusi yang positif dan membangun. Komentar dan diskusi yang out-of-topic atau berbaru Flames tidak akan diperkenankan di sini.

PS: Artikel diatas ditulis dengan tujuan tidak mendiskreditkan perusahaan manapun. Namun hanya bermaksud untuk membangun consumen-awareness di negara ini. Sesuatu yang menjadi concern bersama kita sesuai dengan judul “REBUILDING INDONESIA”. Mungkin pada saatnya pemerintah akan tergerak untuk bermain di sektor High-Tech Industry seperti yang dilakukan oleh negara-negara lain di Asia seperti China, Taiwan, Malaysia dan Phillipines. Tentunya ini akan merupakan suatu alternatif devisa luar biasa bagi negara ini disamping sektor eksploitasi kekayaan alam yang kita lakukan hingga saat ini.

Ada dua hal yang pasti dari cerita di atas yaitu pertama berarti ini berarti menutup kemungkinan saya bekerja atau bekerja sama dengan Intel Corporation :->, dan yang kedua kenapa Microsoft tidak pernah saya sebut sebagai The Biggest Monopoloy In High Tech Industry karena Any Kids In The Garage Can Put Them Out Of Business… Later on this 🙂

18 Responses to “The Biggest Monopoly In High-Tech Industry (Learn From Intel’s Case)”

  1. Sugeng Says:

    Mau bikin processor sendiri aja ? ada code VHDL-nya yang Open Source di http://www.opencores.org , implementasinya pakai FPGA yang harganya berkisar USD5 – USD10 , kayaknya ayik juga kalau bisa punya PC bikinan sendiri sampai ke microprocessor-nya 🙂 ….

sugeng
    8/17/2004 10:52 AM

  2. Arnold Siboro Says:

    Hmmm yg bener dik. 

Microsoft emang margin nya wajar? Dengar kan bahwa margin Office apps nya Microsoft itu sekitar 80%??

Jadi aku gak sepandangan dgn teori kau bahwa Intel adalah biggest monopoly karena soal margin.

Kita semua dibodoh2in, tapi karena emang bodoh!
Nah lalu kita mau gimana, berontak ala Al-qaeda? (pake bom) Atau berontak ala Cina? (memerintahkan instansi pemerintah pake Linux, menggunakan standar sendiri utk handphone etc, semua dgn memanfaatkan populasi besar yg diperebutkan semua negara besar), atau dgn cara lain?

Aku berpikir kita perlu berontak dgn cara yg cerdik. Mentalitas bangsa kita masih mentalitas bangsa terjajah. Semua cuma jadi pengguna, sedikit sekali yg mau bersusah payah untuk jadi inventor.
    8/27/2004 8:39 AM

  3. Adinoto Says:

    Wah setuju Ueng, kalo saja kita bisa bikin komputer sampe mikroprosesornya, mungkin pakar-pakar mikroprosesor kembali tertarik dengan ide challenging ini? Jadi inget jaman kuliah dulu kata Pak Hartono dulu kalo kampus punya board manufacturing capacity sampe 2 layer jaman 286. Sekarang dengan 4 sampe 6 layer dan teknologinya makin tinggi, sayang sekali kita (bangsa ini) tidak terlibat disana.

Tidak musti investasi pabrik kan? VIA contoh kongkrit dimana vendor sama sekali fabless alias tidak punya pabrik sama sekali. Very efficient and focus since they only have to deal with the design. But these days have to win both…. technology and politics-in-tech.

”Today the best one does not always win. But surely the winner is the one that can do the best marketing effort”.
    8/28/2004 10:51 PM

  4. Adinoto Says:

    Bung Arnold, memang bicara soal margin Microsoft tidak kalah edannya. Pada tahun 1998 (atau sekarang masih?) Microsoft is the only company which market capitalizationnya 200x lebih besar dari original valuenya (alias assetsnya). Hal ini menjadi fenomenal karena selama ini (sektor real) perusahaan dinilai performs luar biasa saja paling banter nilai market capitalizationnya 1,5x nilai assetnya.

Cerita soal Microsoft tunggu tanggal mainnya. Gimme some slack to relax a bit, will ya? 😛

  5. Ari Tj Says:

    Bang, mau ralat dikit, masalah salah ketik doang. Di alinea 15 terketik Economics of Scale, harusnya Economies of Scale. Produsen bisa menikmati skala ekonomis ini saat Marginal produknya sudah menurun tapi tetap positif seiring penambahan input faktor produksi, tetapi di lain pihak Biaya rata-ratanya pada kondisi menurun karena masih lebih besar dari biaya marjinalnya.

    Kalau dari ulasan bang Noto, kira-kira biaya rata-rata produksi processor Intel ini cukup tinggi, tetapi mereka tetap bisa menikmati untung besar karena harga di pasaran yang mereka tentukan jauh lebih tinggi dari biaya rata-ratanya.

  6. beni_kelinci Says:

    tolong kirimkan spesipikasi harga comp intel pentium 4

  7. Syafrudin Says:

    Mohon maaf, comment ini panjang sekali. Harusnya jadi traceback, apa daya …

    Dalam catatan impian saya, cita – cita saya adalah ingin ikut serta membuat prosesor sendiri. Tapi yang ingin saya buat justru prosesor 8-bit.

    FAQ #1: Buat apa ?

    -1- Untuk educational computing. Meski untuk pengajaran pemrograman tingkat tinggi dan aplikasi komputer, kebanyakan kita menggunakan prosesor rumit semacam Pentium, namun pengajaran organisasi komputer dan assembly tetap paling bagus menggunakan prosesor sederhana, prosesor 8-bit. Pada saat inipun, beberapa universitas bagus masih mempunyai SDK prosesor 8-bit di lab mereka. Biasanya beli dan tentunya jauh lebih mahal dibanding prosesor rumit semacam Pentium.

    -2- Untuk Home Personal Computing. Kita biasa diracuni pemikiran bahwa hanya prosesor terbaru yang bisa melakukan berbagai hal. Padahal tahun di tahun 80-an, prosesor 8-bit juga sudah melakukan banyak hal: data processing, word processing, spreadsheet, graphics, game, musik, browser, email, … Komputer berbasis prosesor 8-bit juga sudah kenal GUI. Yang diperlukan cuma, kita butuh OS 8-bit juga (ada cukup banyak), dan mesti porting aplikasi ke OS ini. Memang ada banyak aplikasi yang butuh resource besar, bahkan butuh super computer, tapi mayoritas aplikasi harian justru sebetulnya cukup pakai 8-bit.

    -3- Untuk Embedded Computing. Meski Intel Pentium memang merajai pasar prosesor, namun sebetulnya ini kalau dilihat dari segi nilai uang. Kalau dari segi jumlah, percaya atau tidak, prosesor 8-bit masih tetap paling banyak dipakai di dunia. Dunia embedded system dipenuhi oleh prosesor 8-bit ini.

    -4- Environmental and Economical Reason. Prosesor 8 bit ***seharusnya*** lebih murah, lebih hemat energi 🙂 lebih mudah diproduksi di dalam negeri, diperbaiki oleh teknisi dalam negeri, lebih andal untuk dipakai di negara dunia ketiga seperti Indonesia,… Bayangkan bahwa seorang lulusan SMK kita bukan hanya bisa menggunakan komputer, tapi dia juga tahu persis “jeroan” prosesornya, dan mampu merakit sendiri prosesor tersebut dari gerbang logika produksi dalam negeri.

    FAQ #2: Bukankah ini “reinvent the wheel” ?

    Nggak, sebetulnya ini bukan “invention”, ini cuma “engineering” sesuatu yang sudah diketahui banyak orang, namun orang di negara maju tidak melakukannya karena mereka tidak memerlukannya. kita yang di dunia ketiga yang perlu melakukannya.

    FAQ #3: Kalau kita berkutat di prosesor 8-bit, kapan kita ngejar ketinggalan teknologi ?

    Sebetulnya, selama kita hanya jadi pengguna prosesor, siapa bilang kita sudah menguasai teknologi 🙂
    Sebaliknya, kalau setiap lulusan komputer dan elektro kita kenal jeroan prosesor 8-bit, sebetulnya ini sudah setengah langkah penguasaan teknologi 32-bit, 64-bit, ataupun Cell processor.

    FAQ #4: Sepertinya meski 8-bit, apakah ini bukan cuma mimpi ?

    Jelas bukan mimpi. Cari di Internet, sudah ada orang – orang yang melakukannya dengan cara mereka sendiri.

    Tahap awal, kita bisa menggalakkan lagi pembuatan SAP-1, SAP-2, dan SAP-3 yang ada dalam buku Malvino.

    http://www.amazon.com/Digital-Computer-Electronics-Albert-Malvino/dp/0028005945

    Summary taken without permission from http://www.geocities.com/SiliconValley/2072/books.htm
    “Digital Computer Electronics, Third Edition
    By Albert Paul Malvino and Jerald A. Brown
    Published by McGraw-Hill
    ISBN 0-02-800594-5

    …Dr. Malvino’s other main contribution to the bookosphere is Digital Computer Electronics, a book which purports to explain how computer hardware works at the lowest possible level. …it was the first well-known book to do this successfully and in language that almost any person could understand.

    Digital Computer Electronics assumes no background in digital electronics, … fully explains the architecture of a computer architecture called SAP (Simple As Possible), … comprises a full computer system, including several registers (program counter, accumulator, MAR (Memory Address Register), B register (essentially a second accumulator), instruction register, and output register), an ALU, some RAM, and a simple output display consisting of 8 LEDs. The SAP architecture shows how the CPU is actually constructed; … the full logic functionality of the system is easily grasped. This system is the best I’ve ever seen published in any book for showing how a CPU works internally. … the schematics are mostly so simple and clear …

    Once you’ve understood SAP, you’ve reached the high note, and you can honestly say that you understand how a CPU works inside. … subsequent chapters on SAP-2, which adds jump opcodes, and SAP-3, which adds some registers and opcodes in an effort to be a system comparable to the 8085 CPU. No small task, but this book pulls it off with admirable lucidity; clearly, the book is written with the intent of actually being understood, and it shows. …”

  8. adinoto Says:

    To Pak Syafrudin:
    Setuju pak. Kalo saya menristek pasti sudah saya danai mimpi Bapak. Dulu kampus saya punya pemroses manufactur Motherboard sampe dual layer, eh industri move on ke 4 layers (malah pernah jaman AMD terlalu kompleks board s/d 6 layers) kita mah ketinggalan, malah jadi konsumen china products 🙁

    Bayangkan dahulu FairChild (cikal bakal Intel) kan pertama masuk ke Serpong bukan ke Malaysia 🙁

  9. Sani Says:

    Wah, apa yang Bapak2 bicarakan menarik juga, pada punya cita2 yang tinggi: bikin processor buatan sendiri (Indonesia). Mimpi2 seperti itu sudah sering Saya dengar di telinga saya, bukan cuma Processor saja, tapi juga Pesawat terbang, mobil, sepeda motor, dsb. Dan itu sudah berapa kali diwujudkan dengan berdirinya IPTN (PT. DI), PT. Timor (kalo nggak salah), Texmaco (Truk), motor Bosowa, motor Kanzen, dsb. Dengan bangga semua mencanangkan diri di media massa sebagai produsen produk2 buatan putra putri Indonesia, yang tidak kalah dengan produk luar negeri (katanya). Tapi mari kita lihat realita yang ada, hampir semua industri2 kebanggaan Kita kemudian pada jatuh tersungkur, pengap pengap tidak berdaya menghadapi persaingan pasar yang sangat tinggi dengan produk2 luar, dalam negeri apalagi di luar negeri. Ah, jika melihat hal ini Saya jadi sedih, apalagi jika mengingat usaha2 mereka yang gigih demi cita2 dan kebanggaan. Sekarang ada mau yang bikin Processor sendiri? maaf, saya takut hal ini akan dialami oleh calon pengusaha processor Kita ini :-). Saya akan langsung ke pokok permasalahan saja, maksud dari tulisan Saya ini adalah, 1.) Bahwa selama Kita mengekor, maka selamanya akan menjadi buntut, yang namanya buntut tidak akan pernah jadi kepala sekuat apa pun berusaha, untuk menjadi terhormat, bangga, kaya, dsb., bahkan beberapa binatang tidak membutuhkan ekor dalam kelestarian hidupnya. Saya menganggap bahwa apa2 yang Kita lakukan, pelajari, konsumsi, apalagi cutting edge technology, sciences, budaya, hampir semuanya mentah2 mengekor pada luar negeri. Seperti Pesawat terbang, siapa sih inventornya? Lalu dengan bangganya Kita mengklaim bahwa Kita juga bisa membuatnya (emang ilmunya darimana hayo?). Lalu kalo ada yang bikin Processor sendiri, bangga nggak sih? Kalo Saya sih biasa2 saja, Processor bukanlah sesuatu yang baru atau penemuan baru, apalagi sebagai konsumen biasa, Saya akan tetap pilih intel atau AMD yang sudah pasti lebih canggih dan terpercaya kualitasnya. Nah lho!? apa yang seperti ini yang akan bikin bangkrut pembuat processor dalam negeri? Jelas! pasti babak belur! karena perilaku konsumen seperti itu adalah prilaku konsumen yang umum saat ini, kecuali konsumen yang diberi doktrin nasinalisme yang sangat tinggi (ntar malah jadi kayak NAZI lagi! :-).

    2). Bagi Saya, yang akan membuat Kita maju dan bangga adalah sesuatu yang datang dari diri Kita sendiri, dari sesuatu yang Kita miliki, dari tanah, air, udara, iklim, budaya, suku, dsb. yang tidak dimiliki atau tidak ada di negeri lain, yang semua itu Kita kembangkan, Kita majukan sehingga Kita akan menjadi kepala dari diri kita, bukanya kepala yang menjadi ekor tubuh lain!!. Contoh: Kita mengekor membuat pesawat terbang, lalu dengan bangganya Kita jual ke Thailand dengan pembayaran sebagian dengan BERAS!!. Sebenarnya untuk apa sih capek2 putra putri Kita belajar ke luar negeri menghabiskan uang, waktu, tenaga sampai botak untuk belajar membuat pesawat terbang yang kemudian ditukar dengan BERAS?? Kalo bikin beras mah rakyat Kita banyak yang ahli!!master!!!!tanah luas!!nggak perlu belajar ke luar negeri segala, belajar sama kakek Saya di desa juga bisa!!:-). Jadi kalo intinya mau bikin beras, kenapa Kita nggak kembangkan aja produksi beras?? negara seperti Thailand patut Kita contoh!

    Mudah2an ini bisa menjadi bahan renungan Kita semua…

  10. adinoto Says:

    To Sani ysh:
    Ada beberapa hal yang mau saya klarifikasi.
    1. Kalo yang saya sih ga pingin buat processor hehehe mau ngurus rakyat saja. Keburu mati masih cita2 cari duit doang ga menarik lagi buat saya.

    2. Kalo yg berminat mungkin rekan Syafrudin, mungkin buat keperluan pendidikan, ya kalo saya sih ga mengecilkan hati, gpp mbak, namanya belajar malah bener pathnya bukan dari sesuatu yg complex tapi dari sesuatu yg sederhana.

    3. Soal PTDI tuker beras mungkin jangan dicampur adukkan dengan inability jualannya (baca marketingnya).

    4. Saya pro ke tanah dan asal indonesia, terutama bukan karena cuma punya nya itu, tapi ya karena sebagian besar masyarakat kita hanya bisanya itu (struktur masyarakat masih penggarap, bahkan bukan petani 🙁

    5. Nanti kita undang deh mbak Sani bisa kontrib apa di sini, saat ini saya blon bisa berbuat banyak lah bukan saya pengambil keputusannya hehehe…

    mohon maaf cuma bisa pin point kali ini karena lagi kerja di client lembur ini juga curi2 dikit hehehe…

    Anyway salam dan senang dengan komen anda disini

    Hormat saya, Adinoto

  11. adinoto Says:

    Joke satu lagi buat Sani:
    Guyon ya hehehe kenapa sani ga kembali ke desa yuk skrg soalnya saya liat domainnya kok malah Siemens.com hehehehee…..

    Sorry iseng doang jngn marah hehehehe 😀

  12. IMW Says:

    Udah deh, bikin batere sendiri aja :-), biar gudangbatere.com kita luberin.

  13. wandi Says:

    IMW bener, uruslah diri (baca: batere) mu sendiri nak…

  14. adinoto Says:

    # wandi Says:
    September 7th, 2007 at 6:47 pm e

    IMW bener, uruslah diri (baca: batere) mu sendiri nak…

    -> Bwakakkaaka dan dirimu mengurus kebon RS ? 😀 *ngacirrrr

  15. seratjati Says:

    nimbrung salam kenal. saya bingung mesti pakai yang bagaimana? (maklum cuma tukang kayu). mohon saran yang diperlukan. not so high tech tapi cukup buat kerja kasar (bikin dan jual mebel). salam.

  16. icall Says:

    buat orang awam kek saya ini info berguna ini namanya sharing knowledge,berkontribusi bagi mereka yang belum tahu, urusan batere urusan lain, back to intel, untung saya dari dulu pake AMD, btw AMD gitu juga ga yah? hehehe

  17. Lia Says:

    Namanya juga Intel Bos.. Tau sendiri tugas intel ngapain yah.. Sori baru lihat-lihat yr blog this year.. After Microsoft-Nokia, Apple going smaller to niche high segment, Samsung mendunia, Kira-Kira apa lagi yang bakalan di mainkan US selain ‘intel’ nya ya? #dream for Indonesia*produce-not-consume!

  18. adinoto Says:

    posting lama lia, hahaha nanti gua kapan2 sante nulis soal persaingan masa kini yg lebih seru…. samsung vs china…. (apple vs samsung sih cerita lama) … apple is already doomed 😀 …. blekberi? halah udah kayak nokia jaman dulu… makenya juga malu ntar… serasa generasi opa opa

Leave a Reply

WP Theme & Icons by N.Design Studio
Entries RSS Comments RSS Log in