Jangankan Hidup, Mati Aja Susah Di Negeri Ini (Buruknya Fasilitas Pemakaman Rakyat)

Social Add comments

Sepeninggalan sahabat saya yang terasa mendadak, rasanya kena banget kutipan dan pemikiran saya selama ini tentang buruknya fasilitas publik di negeri ini, termasuk fasilitas pemakaman bagi masyarakat. Entah apa spesifikasi untuk menjadi pejabat publik di negeri ini, yang jelas kelihatan lemah atau malah tidak pernah menerawang ato dikasih mainan SIM city? Pejabat yang lebih tepat seharusnya disebut Pelayan, adalah fasilitator bagi warga untuk dapat menjalani hidup dengan kualitas yang lebih baik. Sebagai fasilitator sudah sepantasnya para Pelayan Rakyat ini (Public Servant) memikirkan fasilitas Sekolah (yang lebih baik dan lebih murah? gratis kalo perlu?), fasilitas Ibadah, fasilitas untuk tempat jalan-jalan publik (bukan notabene mikirin cuma jalan buat mobil) tapi jalan buat para Pejalan Kaki, fasilitas Taman Kota, fasilitas buat Para Warga Yang Super UKM (baca punya warung doang), dan lain sebagainya (intinya mulai dari lahir, hidup, makan, dipikirkan) sampai yang paling akhir, fasilitas Kematian. Disini luar biasa semua terasa terabaikan. Duit itu ya adanya di Pemerintahan. Duit paling besar ada di PU (Kimpraswil) dipergunakan untuk apa? Tambal sulam jalan setiap 2 tahun atau apabila ada KTT Asia Afrika lagi? Sungguh sia-sia. Bikin jalan harusnya 1x cukup bung! Kualitas ditingkatkan. Jangan sekedar cukup utang aja kalo bikin jalan. Fasilitas Publik? Boro-boro, kalo mau  serius ya bukain dong berapa anggaran yang tersedia di Pemerintah Daerah. Dana Drop dari Pusat. Sekian untuk prioritas departemen dan dinas ini, itu dan lain sebagainya. Sebagai warga kami berhak tau pengaturan keuangan yang ada.

Terus mo bagaimana dong kalo semua tidak dipertanggungjawabkan ke publik? Dipertanggungjawabkan ke DPR ato Partai aja mungkin cukup? Kenapa saya apatis dengan model kepartaian di negeri ini. Semua berlomba-lomba mencalonkan calonnya, yang sang calon pun bertanggungjawab moral ke partainya. Nah yang mewakili rakyat sapa dong?

Menilik kondisi pemakaman umum di banyak tempat termasuk mengiring kepergian sahabat saya kemaren membuat telaahan makin jelas, bahwa fasilitas pemakaman publik di negeri ini tidak dipikirkan. Boro-boro hidup, mati aja seperti terlupakan di negeri ini. Lebih jauh, rata-rata jalanan menuju ke pemakaman publik di daerah Bandung menunjukkan kondisi pemukiman masyarakat yang kumuh dan memiliki tahap penghasilan sangat rendah. Kadang saya berpikir, negeri ini tidak lebih seperti negara di daerah Afrika, sama-sama miskin dan terabaikan oleh pemerintahnya. Bedanya cuma tanah di negeri ini memang kaya, sehingga subur makmur kelihatan tidak gersang. Akan seperti inikah negeri ini sampai akhir hayat kita? Tanyakan pada diri anda sendiri semua.

27 Responses to “Jangankan Hidup, Mati Aja Susah Di Negeri Ini (Buruknya Fasilitas Pemakaman Rakyat)”

  1. sueng Says:

    mendingan bikin buku sama ngarang lagu daripada mikirin pemakaman wakaka

  2. adinoto Says:

    sueng Says:
    December 31st, 2007 at 2:50 pm
    mendingan bikin buku sama ngarang lagu daripada mikirin pemakaman wakaka

    => Kenapa kang? Secara warga kita kan kudu peduli dong dengan lingkungan sekitar kita. Masa udah 17 taon (lu malah udah masuk itungan 23 taon) di Bandung ga peduli gmana atuh percuma ngaku jadi orang pinter kita kalo bangun daerah sendiri aja ga sanggup.

    Kalo mentok nanti ya boleh lah buka warung bubur sama ngarang lagu dan bikin buku *ngacirrrrrr

  3. Romi Says:

    kayaknya (bandung) perlu sewa konsultan bekas walikota bogota itu… biar dia sekaligus meng-konsultan-i jakarta-bandung, biar sekalian sinkron…

  4. Hedi Says:

    Soal negeri ini, pak…ada yg bilang ke saya bahwa semua rusak karena hilangnya wawasan berkebangsaan. Artinya, semua orang hanya mikir perutnya sendiri. Eh ujungnya…tuh orang nyuruh saya pindah ke luar negeri….lha emangnya di luar negeri ga sama susahnya? gile bener πŸ˜€

  5. vicong Says:

    bos kalau lihat dana rinci penggunaan anggaran setiap instansi dalam bentuk DIPA (lebih rinci lagi dalam bentuk POK) pasti bakalan banyak istighfar kebanyakan duitnya habis buat perjalanan dinas & dana berbagai tim. Serta pemeliharaan sarana & prasarana yang nggak keruan con: tehel, plafon,cat ruangan bisa diganti setahun sekali, monitoring sound system dibayar setiap bulan (enak amat yah), pembelian ATK gila-gilaan dll.

  6. Paman Tyo Says:

    Negeri sontoloyo! Dulu, abad lalu, ketika masih SimCity versi pertama, saya membayangkan itu jadi mainannya orang Bapeda dan DPRD. πŸ˜€

    Di Bekasi, dulu, dana makam dari developers masuk ke rekening yang gak jelas. πŸ˜€

    NB: Saya bukan pemain Sim.

  7. feha Says:

    jadi kapan nih AA Noto mencalonkan diri jadi walikota bandung? πŸ˜€

  8. adinoto Says:

    # Paman Tyo Says:
    January 1st, 2008 at 2:24 am e
    Negeri sontoloyo! Dulu, abad lalu, ketika masih SimCity versi pertama, saya membayangkan itu jadi mainannya orang Bapeda dan DPRD. πŸ˜€

    Di Bekasi, dulu, dana makam dari developers masuk ke rekening yang gak jelas. πŸ˜€

    NB: Saya bukan pemain Sim.

    => Hehehehe betul Paman! Makanya integritas first, baru skill mengimbangi (main The SIM), kalo ga ada integritas cuma bisa main SIM juga parah. Apalagi ga ada dua-duanya cuma bermodal rekening siluman doang… wah kalo gitu kita modal tiang gantungan siluman yukkkk πŸ˜›

  9. adinoto Says:

    # feha Says:
    January 1st, 2008 at 7:57 am e
    jadi kapan nih AA Noto mencalonkan diri jadi walikota bandung? πŸ˜€

    => Nah kendala disini kan calon harus wakil partai. Saya cuma punya partai bonek dan skem nasional. Gimana dong ga ada partai πŸ˜€

  10. adinoto Says:

    # Romi Says:
    December 31st, 2007 at 4:15 pm e
    kayaknya (bandung) perlu sewa konsultan bekas walikota bogota ituÒ€¦ biar dia sekaligus meng-konsultan-i jakarta-bandung, biar sekalian sinkronÒ€¦

    => Hehehehe apa sewa tentara sama tiang gantungan aja kang? πŸ˜›

  11. adinoto Says:

    # vicong Says:
    December 31st, 2007 at 10:01 pm e
    bos kalau lihat dana rinci penggunaan anggaran setiap instansi dalam bentuk DIPA (lebih rinci lagi dalam bentuk POK) pasti bakalan banyak istighfar kebanyakan duitnya habis buat perjalanan dinas & dana berbagai tim. Serta pemeliharaan sarana & prasarana yang nggak keruan con: tehel, plafon,cat ruangan bisa diganti setahun sekali, monitoring sound system dibayar setiap bulan (enak amat yah), pembelian ATK gila-gilaan dll.

    => Kontrol baliknya soalnya ga jalan. Di negeri ini jadi rakyat kayak ngontrak ya ga kang? πŸ˜€

  12. vicong Says:

    “Kontrol baliknya soalnya ga jalan. Di negeri ini jadi rakyat kayak ngontrak ya ga kang? :D”

    Apa daya baru mampu ngontrak di Indonesia doang πŸ˜›

  13. IMW Says:

    Di Jerman juga kalo ngurusin orang meninggal ndak sesimple dan semurah di Indonesia. Makanya orang pada nabung dari masa awal kerja istilahnya (Sterbekasse, dana kematian). Bagi teman-teman muslim di Jerman juga sudah ada Sterbekasse yang dananya bisa dimanfaatkan langsung utk urusan pemakanan secara Islam.

    Kalau yang ndak punya, maka keluarganya siap siap mumet pas orang tersebut meninggal. Lebih mumet dari di Indonesia.

  14. masliliks Says:

    wah jangan menghina afrika mas, disono malah banyakan yang maju lho (afsel, egypt,libya?)

  15. idarmadi Says:

    OOT nih.. dari dulu saya selalu penasaran…. kenapa TPU (di Jakarta) itu dikotak2an? Ada Blok Kristen, Islam dan Budha…… (sama saja seperti data “Agama” di KTP… is it necessary?)

    Kalau sudah menjadi tanah atau makanan belatung…. apa bedanya kalau dulunya beda agama?

  16. ando Says:

    di situsnya bigs.or.id ada ringkasan penggunaan apbd tiap dinas di kota bdg. kalau pengen tahu yang lengkap bisa mengubungi bung dedi bigs nya.

  17. jim Says:

    Aa’ Nata kalo masih promosi jadi walikota mah masih vokal. Begitu dilantik jadi walikota, mulai deh seabreg pekerjaan dari yg precil sampe yg gajah juga musti diurusin. Bayangken untung aja walikota bakal punya sekretaris daerah yg antara lain tugasnya adalah menandatangani berkas perjalanan dinas dari para staf pemkot di setiap perjalanan. Bener2 tanda tangan yg laku dijual.

    imho, memang cukup berat beban pemerintah ini. scope of work pemerintah harus menyeluruh dan tidak bisa dipersempit, sementara sumber daya keuangan, manusia, dsb adalah terbatas. apalagi dengan kemampuan pns yang sulit dipecat (SK Presiden bo!!), maka rekrutmen pns menjadi ‘sekedar’ pengentasan pengangguran.

    bandingkan dengan organisasi non pemerintah yang tujuannya lebih sempit, fokus yang didukung dengan sumber daya. intinya misi pemerintah hampir menjadi mission impossible.

    sesuai keterangan #5. vicong, apbd maupun apbn mayoritasnya habis untuk membiayai organisasi pemerintah itu sendiri. mulai dari biaya rutin seperti gaji, perjalanan dinas, atk, pengadaan komputer, sampe pelatihan. sedangkan untuk kepentingan publik itu pasti cuman seiprit.

    begitu juga dengan komen bu menkeu tentang porsi 20% anggaran untuk pendidikan. tidak akan tercapai. karena gaji guru tidak masuk ke anggaran pendidikan tapi sebagai pos biaya rutin negara. nah lho? bingung kan? yang di depkeu aja bingung.

    dengan kata lain, strategi pemerintah ri membangun negara dimulai dari (sebagian) rakyat yg menjadi pegawai negeri. kemudian (kalo ada dana lebih) baru ke tetangga, teman, sobatnya pegawai negeri. setelah itu baru masyarakat yg lain.

    pertanggungjawaban apbd ada di depdagri. oleh karena itu berdasarkan uu nomer sekian, tiap pemda wajib memberikan laporan keuangan (aktiva/pasiva) kepada depdagri untuk dinilai kinerjanya. ini sebenernya terobosan biar orang pemda juga bangun gak cuman komplen gedungnya kurang bagus dsb. alias disuruh menghitung aset. dan jangan sampe rugi, terutama untuk pemda yg punya pemasukan banyak.

  18. vicong Says:

    balik lagi ke manusia-manusia yang memgang amanah rakyat tersebut, sekarang kita semua termakan dengan istilah pendidikan perlu 20% dari APBN, tetapi apakah ketika nanti dana pendidikan 20% APBN otomatis sekolah menjadi murah ? belum tentu, lihat saja sekarang sekolah negeri sekalipun hampir semua biaya ditanggung pemerintah (gaji, gedung, atk dll) dengan tanpa malu-malu banyak yang memungut uang yang jumlahnya cukup besar dengan berbagai dalih.

  19. akhyaree hananto Says:

    setahun ini saya melawat ke berbagai negara di eropa, asia dan timur tengah. Sungguh saya shock berat, bahkan dengan negara yang baru saja merdeka dan diobrak abrik perang (Bosnis Herzegovina) pun, kita telah kalah jauh..jauuuuh sekali. saat ini saya sedang di Bangkok, masyaa allah, kita udah ketinggalan 30-an tahun dengan thailand…jauh sekali. jangan harap lagi bersaing dengan malaysia, edan wis. kumaha yeeeeeeeeeeeeeeu…

  20. amboro Says:

    Salah satu sumber masalah kekurangmajuan Indonesia karena semenjak Indonesia merdeka sampai sekarang metode birokrasi Indonesia tidak pernah di perbaharui secara tuntas. Diperparah dengan sistem kontrak kerja yang tidak memungkinkan seorang pegawai negeri di pecat. Padahal anggaran gajinya lumayan besar di Anggaran Pengeluaran Negara. Saya pernah harus mbantuin rapat untuk urusan kerjasama dengan Pemda di bidang pendidikan, ternyata swasta yang mau nyumbang pendidikan di Indonesia aja jadi mengkeret karena setelah pejabat menyatakan OK terhadap agreement belum berarti bawahannya setuju dan perjanjian bisa jalan. Yang ada mereka segera mengeluarkan berbagai prosedur yang ujung-ujungnya bikin kerjasama mandek dan bisa batal semua karena prosedur kaku birokrasi yang sudah tidak sesuai dengan situasi dan kondisi sekarang.

  21. kato Says:

    temen-temen semua disini rata-rata punya keahlian dibidang kebangsaan,kenegaraan dan tata berbicara yang baik, didukung skill yang mendukung…kenapa temen-temen ga bergabung menjadi PNS “yang jujur” agar negara ini bisa maju.mudah-mudahan siap dengan gaji seadanya (lulusan s-1 fresh graduate gaji 1,25),diatur sana-sini (dituntut sebagai manusia yang sempurna) melalui berbagai UU-PP-Kepres,resiko masuk penjara “akibat kesalahan administratif”,kerja lembur ga dibayar”karena uangnya udah dicaplok “Oknum Wakil Rakyat+Oknum Pejabat”,ga dapet uang lebaran,Jaminan ASKES yang ga ngejamin,dll.

  22. Anderson Says:

    Wah, udah lama ngga maen ke blog Adi, ternyata akang satu ini masih vokal aja.

    Aku Setuju Di…makin banyak orang-orang egois di negeri ini yang cilakanya malah memegang jabatan pelayan publik. Akhirnya yang dilayani malah dirinya sendiri dan kroni-kroninya.

    Kalau posting model begini aku baru berani ngasih komen..Kalo Adi ngebahas Macintosh, aku pasti cuma bisa melongo…maklum gaptek, hehehe…:-)

  23. cantika felder Says:

    wah kapan ya negeri ini bisa berubah dari semua kebobrokannya. Semuanya menganut paham ‘ada uang ada barang’. Setiap saya nyekar bukan saat lebaran, pasti kondisi pemakaman sangat tidak terawat, dan bisa dipastikan hanya saat lebaran kondisinya baru bersih. Sungguh menyedihkan.

  24. Ari Says:

    Bahkan udah mati pun masih diganggu lho!
    Itu pemakaman sistemnya “sewa tempat” alias ada penengnya tiap taun..

    Kalo ga bayar, setiap saat bisa ditumpuk dengan penghuni baru.. ckckck… matipun masih dikejar setoran, ga bisa istirahat dengan tenang, pantesan yang idup banyak dikejar-kejar hantu (hantu urusan dunia, hahahaha)

  25. rahmad Says:

    wah…siapa bilang susah hidup di indonesia…paling enak di negeri ini… bisa korupsi, masuk penjarapun cuma 1 tahun dari pada nyuri piring, hukuman 5 tahun.

  26. adinoto Says:

    hehehe bisa aja si akang rahmad πŸ˜€
    ari: hehehe blon lagi siap2 digusur
    cantika felder: …. sedih ya πŸ™
    anderson: begitulah nasib rakyat disini. kudunya ditulis, Pelayan Publik, jangan Pemerintah!

    wah dan banyak lagi komentar temen2… thx masih peduli. maaf saya jarang baca blog πŸ™

  27. dewita Says:

    salut sama akang adinoto… semangat akang…!

Leave a Reply

WP Theme & Icons by N.Design Studio
Entries RSS Comments RSS Log in