Menilik kebelakang 17 tahun yang lalu ketika saya baru menjadi mahasiswa baru di kampus gajah, saya berkesempatan mampir dan menginap di rumah orang tua angkat kakak saya yang paling besar yang bedanya cukup jauh 7 tahun (secara begitu beliau sudah 25 tahun? kita masih masih kiyis-kiyis abegeh culun ๐ di bilangan Cempaka Putih, Jakarta.
Beliau (orang tua angkat kakak saya) adalah salah satu pengusaha sukses, berpendidikan tinggi (Doktor dari Jerman) namun berpengalaman nyata di lapangan (terbukti dari sekian banyak inovasinya dan di lepas menjadi perusahaan besar di Indonesia, yang kemudian dimiliki beberapa konglomerat negeri ini).
Di rumah tersebut yang bergaya jepang (kayu dan sliding door) terdapat banyak sekali karpet tebal bercorak, baik di lantai maupun di dinding, yang pada masa itu berharga sekitar 5-15 juta selembarnya. Di rumah tersebut juga saya perhatikan ada banyak pembantu rumah tangganya, dan seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta X Jakarta yang masih bersaudara dengan ybs.
Ketika sarapan pagi, saya pagi-pagi kena ceramah dan kena sekem si Dr. X tersebut. “Kamu ITB ya? wah ITB kegedean topi!” “Saya banyak dipanggil untuk melihat kerjaan anak-anak di Departemen Desain dan Teknik X”, “Banyak yang disana bilang kerjaan (mengecor logam x) tidak bisa dilakukan disini, hanya bisa di Jerman, dll… lah begitu doang mah ngajarin tukang las/cor lokalan juga bisa.”
Salah satu cerita lain adalah ketika menjelang sholat Jum’at saya jalan dengan pembantu beliau, ngobrol ngalor ngidul. Katanya “Ya banyak yang ga kuat ikut Bapak, karena Bapak keras orangnya”…. hmm ketika sampe di rumah sang pembantu rumah tersebut saya tanya sedang ngapain (yang terlihat sedang menenun dari besi-besi plang besar yang ternyata dipergunakan untuk membuat karpet supermewah hand made itu)… Yang bersangkutan menjawab sambil menunjukkan majalah “Oh ini mas, sedang niru Picasso”… glek! Mati gua!!
Moral of this story: Banyak orang-orang pintar (ato di pendidikan tinggi, di pemerintahan jabatan tinggi) sangat tidak membumi dan kegedean topi. For sure ga ada manfaatnya buat rakyat!
July 25th, 2008 at 9:41 am
hehe
July 25th, 2008 at 11:25 am
17 tahun lalu????
gua masih kelas 1 SD
July 25th, 2008 at 1:37 pm
justru yang kegedean topi itu yang terlihat lebih keren.. lebih gaol geto.. ๐
July 25th, 2008 at 1:46 pm
Cerita yang bagus pak, makasih :D.
July 25th, 2008 at 2:25 pm
Hehe…
ketika mereka punya ambisi mengecap pendidikan setinggi itu, apa pernah mereka memikirkan bahwa ilmunya kelak untuk rakyat ?
July 25th, 2008 at 4:39 pm
Duit rakyat abis dipakai buat pabrik topi gitu ?
July 25th, 2008 at 7:21 pm
kegedean topi… terlalu bangga dengan almamater… yang paling penting ilmu kita bermanfaat.
July 25th, 2008 at 9:30 pm
17 tahun yang lalu ?
Komputer Philips monitor CGA yg bisa jadi tipi 2 Floppy Disk 5 1/4 ” 2HD dan 2DD hardisk 42 MB dan udah merasa paling cangih di cimahi :). dan bantuin mahasiswa2 dar i Institut Negeri Gajah bikin skripsi di Wordstar
tapi kok dulu pengen banget masuk Negeri Gajah ya ๐ , Mungkin walaupun masyarakat sudah tau soal itu mereka memang ngejar yang topinya gede boss.
Skill , Attitude dsb mah no 17 yg penting topinya gede
btw niru Picasso maksudnya apa boss ? nyulam motif lukisan Picasso kah ?
July 25th, 2008 at 11:19 pm
Kegedean topi sehingga nutupi kepala akibatnya lama-lama otaknya jadi gelap dan difikirannya adalah bagaimana menumpuk uang dengan berbagai cara.
July 26th, 2008 at 9:46 am
masih inget dulu pas baru saja masuk, masih pake celana putih baju putih ikut penataran P4, masuk di gerbang utama ada banner:
“Selamat Datang di Perguruan Tinggi Terbaik di Indonesia”
abis itu masuk lagi ke dalem…, ada lagi tulisan:
“Selamat datang di Jurusan Terbaik di Perguruan Tinggi Terbaik”
sekarang jurusan tersebut malah kabarnya di perguruan tinggi swasta lainnya mau ditutup karena sepi peminat..
July 26th, 2008 at 2:46 pm
idham said:
btw niru Picasso maksudnya apa boss ? nyulam motif lukisan Picasso kah ?
-> Toel boss, si Dr.X memberikan pengetahuan banyak sekali bagi orang tidak mampu agar mampu mandiri dan bikin kita yang sekolah tinggi kegedean topi merasa ga ada apa-apanya di depan pembokat. Sedihnya pendidikan negeri ini.