Seperti laporan beberapa waktu yang lalu, kelangkaan gas kembali terjadi di Bandung. PT. Limas Raga Inti sebagai distributor LPG di Bandung (Jalan Emong dekat BPI) kembali dibanjiri antrian warga yang membutuhkan gas untuk sekedar memasak.
Kalo dengar cerita seorang rekan bahwa di Surabaya sudah menggunakan meteran (selang gas ke rumah-rumah) kok ya rasanya Bandung jauh banget ya. Tapi menanam selang gas di Bandung yang hobby banget bikin galian malah bikin saya serem juga.
Kebutuhan dasar hidup sering tidak terpikirkan karena kesibukan sehari-hari. Coba bayangkan betapa vitalnya apabila kita sampe 1-2 hari susah makan. Makan (Pangan), Sandang, Papan. Baru berikutnya Pendidikan, Kesehatan, Pekerjaan, Kesehatan, Kematian (kebutuhan akan lokasi pemakaman yang layak). Sekarang masak buat masyarakat kelas bawah juga sudah tidak sederhana lagi, punya uang 5 ribu rupiah per hari sudah tidak lagi bisa ngecer minyak tanah dan sayuran.
Sampaikan pendapat anda.
May 6th, 2008 at 9:01 am
Udah daftar jadi walikota boss?
May 6th, 2008 at 10:19 am
kemaren supply-nya sempet normal sekaran langka lagi. huh.
May 6th, 2008 at 10:45 am
bandung memang perlu walikota yang sifatnya praktisi, bukan teori,
walikotanya musti punya sifat entrepeneurship dan juga peduli rakyat kecil,
aa nata dong jawabannya :p
May 6th, 2008 at 10:56 am
Jadi, di surabaya sudah model pdam pake meteran to. Setau saya baru di bogor saja. Di bogor itu sudah dari saya kecil sampe sekarang belum pernah denger ada “kecelakaan”. Saya sih sebetulnya lebih setuju dengan model meteran ini. Efisiensinya lebih bagus dari pada pake ngantri tabung π
@rendy : jadi tim suksesnya aa nata ajah π
May 6th, 2008 at 1:04 pm
wah artikel pendukung kampanye π
Di Palembang juga deket rumah saya ada tuh saluran gas yang dialirin ke rumah2…tapi yang ada pada ngeri langganan yg begituan karena takut kalo ada galian gasnya bocor trus ngalir api kerumahnya….:(
Mungkin kalo udah jadi Walikota aa nata bisa memajukan energi alternatif aja, kayak yang (maaf) gas dari tai sapi itu….nah kan di Bandung banyak peternakan, gimana kalo disitu sumber gasnya, dan untuk kecamatan-kecamatan disekitarnya dialihkan untuk menggunakan gas itu aja π
Gimana? Kalo idenya bagus e-mail2 ya, kita diskusiin starting salary buat penasehat walikota..hihihi π
May 6th, 2008 at 1:36 pm
Naikkah harganya?
May 6th, 2008 at 1:48 pm
curiganya akal2an distributor nih… karena saya beberapa waktu lalu sempet mau antri beli gas tapi dengan kondisi disekeliling PT. Limas Raga Inti banyak pengecer yang menjual gas dengan harga beda 20-30k rupiah dari harga pasaran.. nah ini salah dimana sebenernya?
May 6th, 2008 at 5:47 pm
Bukti semakin berkuasanya kapitalisme di negeri ini.
May 6th, 2008 at 6:03 pm
kemarin di kompas, ada tabung gas 3kg meleduk mengakibatkan luka bakar 50%. siapa yang tanggung yah pengobatannya?
Minyak tanah langka, gas langka, listrik langka, air bersih langka. Cabai langka, kacang kedelai langka, beras layak makan mahal, bbm mahal. EGP (emang goperment perduli)!!! yang penting tahun depan 2009, Bung! π
May 6th, 2008 at 6:58 pm
cuma ganti yg diantriin aja, dulu minyak tanah, sekarang elpiji…
May 7th, 2008 at 10:36 am
kalo dibandung dipasang gas via saluran, ntar nggak ekonomis mas, musti banyak relay station, secara banyak tanjakan…hehehehehe….pisss
May 7th, 2008 at 2:40 pm
lucu pisan, katanya pertamina baru tau 1 ato 2 hari belakangan ini kalo LPG itu lagi seret…..
sekem abis….
May 8th, 2008 at 1:00 pm
Kita dianjurkan Pemerintah untuk menggunakan BBM yang bebas subsidi, seperti gas inilah. Setelah banyak yang menggunakannya, tetap saja jaminan persediaannya belum diyakini 100%. Seperti kisah Bandung hari ini di Jl. Emong.
Oh ya… di Cirebon juga sudah manggunakan gas menggunakan meteran. Bandung kapan yah ???
May 19th, 2008 at 10:58 am
Fyi a, di Bandung pernah lho distribusi gas melalui pipa-pipa ke rumah-rumah. Tapi Perusahaan Gas Negara (PGN) kemudian memutuskan switch ke pendistribusian dengan menggunakan tabung. Di rumah orang tua saya di Jl. Muararajeun masih ada tuh bekas pipanya yang menonjol keluar gang di samping rumah.
Di negara kita ini masih banyak orang yang suka berprofesi sebagai free rider. Ketika barang langka (baca: beras, cabai, minyak goreng, minyak tanah, gas, dlsb), mereka memanfaatkannya dengan menimbun barang, dan melepaskannya ketika harga sudah dirasa naik ke titik tertinggi. Salah siapa? Salah yang mengorganisasi pasar yang membiarkan stok di pasaran terlalu tipis dengan permintaan. Sehingga dimainkan sedikit saja stoknya, langsung deh excess demand (demand pedagang pengumpul/tengkulak/BULOG –> pedagang besar –> pedagang pegecer. Jadi seharusnya Pertamina via PGN tinggal supply saja kekurangan supply gas di pasaran. Tapi kok ngga bisa? Jawabnya, karena mereka sendiri tidak punya stok yang memadai untuk konsumsi dalam negeri. Lho kok begitu? Bukankah Indonesia merupakan eksportir LNG terbesar sedunia? (baca: http://www.kapanlagi.com/h/0000168954.html). Kalau begitu manajemen stoknya ngga becus dong…
May 19th, 2008 at 11:28 am
Wah di bdg pernah pake juga ya kang? baru tau eu hehehee… LNG dan LPG bedanya apa? natural gas dan packed? sama aja dengan kejadian minyah mentah dan minyak jadi (produk akhir). apa sama2 ga ada pengolahan juga π
Lah di Nias juga mentah2 dipasang pipa langsung jual ke singapore π hasilnya apa dan kemana ya? tanyakeunapa π
May 22nd, 2008 at 6:07 pm
Tentang gas lewat pipa.
Sebetulnya akan sangat mudah membangun jaringan gas kalau kota kita mengikuti anjuran para pakar untuk membangun “utility tunnel” bagi jaringan listrik, air minum, air kotor, telekomunikasi, data, gas, dan utilitas lainnya. (en.wikipedia.org/wiki/Utility_tunnel)
Penerapan “utility tunnel” di kota yang sudah berkembang memang sulit. Namun seharusnya bisa diterapkan dalam Tata Kota untuk wilayah yang belum begitu berkembang (misalnya Bandung Timur) atau diwajibkan bagi pengembang perumahan baru seperti Kota Baru Parahyangan.
Kalau nggak salah Bumi Serpong Damai menerapkan konsep “utility tunnel” ini. Ada yang bisa konfirmasi ?
September 2nd, 2008 at 2:11 pm
[…] kasus-kasus seperti itu sudah lumrah terjadi. Belum lagi di Bandung seperti yang dilansir oleh blog ini. Kalau sudah seperti ini, susah urusannya bung. Jangan bilang pada akhirnya kita mesti mengimpor […]
September 17th, 2008 at 10:21 am
Sekarang sudah September, Pak. Dan Antrian masih juga panjang. Apakah yang sedang terjadi di negeri ini? Bebal? Bodoh? Oportunis? Pembohong? Uhm… *sedih sekali*