Masa kecil saya ketika tinggal di Pekanbaru, Riau rasanya cukup berkesan. Kadang kesannya ya ga selalu baik. Nah salah satu kesan yang melekat di kepala saya adalah sering kali pusat-pusat kegiatan publik (pasar, dll) tiba-tiba terbakar, istilah orang sana yah diterbakarkan demi nama pembangunan. Geli banget ga sih hare gene cara paling efektif untuk “mengusir” rakyat sendiri adalah dengan “menterbakarkan” pasar sendiri. Kadang beberapa pelaku ekonomi yang nakal adalah dengan kong kali kong dengan petugas asuransi menterbakarkan tempat usahanya demi uang tolak asuransi. Harus diakui negeri ini masih kerap dengan kelakuan-kelakuan tidak bermutu seperti ini.
Nah yang paling gua sedih adalah setiap kali terjadi keterbakaran tersebut (naon deui bahasa Indonesia “keterbakaran” wakakakakaka kalo saya kenal Badudu udah pasti gua submit kosa kata baru ini, ato ga tau nih gmana pendapat Om Polisi EYD?) adalah melonjaknya harga makanan import yang bermutu di pasar-pasar setempat. Harap dimaklumi (buat abg yang pada belum sempet tahu, ato yang ga kenal daerah Pekanbaru) dahulu Pekanbaru banyak buah-buahan bermutu import seperti Sunkist, Pear dll, yang gua inget mulai harganya sekilo 3 ribu perak (tahun 1987an). Setelah ada diterbakarkan harga lalu naik jadi 6000-6500 perak per kilo, terus aja gitu. Kadang sedih atas nama penertiban dan perlindungan produk lokal, masyarakat awam kehilangan kesempatan mengicipi makanan bergizi dengan harga terjangkau.
Pertanyaannya seharusnya kenapa produk import di banned kalo produk lokal bisa mahal sekali (alias tidak bisa bersaing), nah pasti ada yang salah dengan roda ekonomi di sini, emang kadang kita terkenal dengan istilah ekonomi biaya tinggi 🙁
Waktu itu pusat bank indonesia terbakar banyak file-file beelbei pada ikut hilang, semoga kali ini pusat minyak indonesia ga ikut menterbakarkan file-file pentingnya. Hidup keterbakaran!
October 16th, 2006 at 5:12 pm
alah-alah…, naon deui ieu teh bahasa “diterbakarkan” ?
terbakar yang disengaja ya..?
heheheh
October 16th, 2006 at 5:25 pm
Fuih, ini perlu dicermati dari sisi kebahasaan…
Semacam baterei yang diterjualkan atau nilai keterjualan baterei? :p
Wajar saja, interest menjadi interesting, kemudian interestingness.
October 16th, 2006 at 5:49 pm
itu mah udah rahasia publik kalo suatu tempat ingin digusur, lalu beberapa minggu kemudian terjadi “keterbakaran” 😀 masih tetep cara yang efektif untuk mengusir… digusur? mau tanahnya dibeli murah atau mau “diterbakarkan”? atas nama pembangunan, seperti pembangunan apartemen untuk para penjual batere, wakakakaka… 😀
btw, dari pekan baru? weleh, saya kirain teh Adinoto aseli Bandung pisan, ternyata dari Riau yah? * scam *
October 16th, 2006 at 11:18 pm
wow …kalo saya mengusir orang yang nempatin tanah saya dengan percuma, dan mereka minta ganti rugi untuk tanah yang bukan milik mereka, saya milih menterbakarkan saja … :LOL:
October 19th, 2006 at 7:48 am
Loh dulu aja sampe ada wartawan Tempo yang kena jitak sono sini gara -gara mengungkapkan sebuah pasar yang diterbakarkan.
Hati – hati loh nanti ada yang ngejitak juga 😛
October 20th, 2006 at 3:02 pm
Wah bos noto pernah tinggal di pekanbaru??? Saya asli pekanbaru bos dan memang sekarang sdh banyak pasar tradisionil dibongkarkan demi kepentingan kantong para pihak tertentu…dan untuk buah-buahan import sdh ndak ada lagi di pasar bawah bos, tapi sudah dilokalisir di pasar buah istilahnya….yang pada kenyataannya yang punya juga para pemodal besar….ndak ada lagi yang jualan buah import di pasar tradisionil…kapan ke pekanbaru lagi bos???
October 20th, 2006 at 11:31 pm
MacTifosi said,
October 20, 2006 @ 3:02 pm · Edit
Wah bos noto pernah tinggal di pekanbaru??? Saya asli pekanbaru bos dan memang sekarang sdh banyak pasar tradisionil dibongkarkan demi kepentingan kantong para pihak tertentu…dan untuk buah-buahan import sdh ndak ada lagi di pasar bawah bos, tapi sudah dilokalisir di pasar buah istilahnya….yang pada kenyataannya yang punya juga para pemodal besar….ndak ada lagi yang jualan buah import di pasar tradisionil…kapan ke pekanbaru lagi bos???
-> Yoa boss, kalo ngitung lahir dimana dan tinggal lama dimana ya so 17 tahun kehidupan dari melek lihat dunia saya tinggal di Riau boss. Cuma masalahnya mau membangun daerah itu sekarang kalo ga pake gelar Tun ato Wan ato Tengku agak-agak berat di kampung melayu itu. Macam nak ke bulan aja SDM sana kudu berbau-bau melayu.
OOT, Definisi putra daerah itu apa sih? Apakah yang bersangkutan harus lahir di daerah yang bersangkutan? Kadang ditrace kudu dari kakek neneknya asli lahir di Riau. Sedih bener mindset terkotak-kotak gitu.
Saya akhirnya pilih membangun Sabang sampe Merauke sajalah. Jadi putra Indonesia asli!
October 21st, 2006 at 3:16 am
Saya juga ikut sedih boss, terutama sejak maraknya yang namanya OTODA, malah keadaan terkini makin menyedihkan boss Noto, karena yang dulunya PD adalah Putra Daerah (“mindset yang begini aja sudah bikin saya sangat prihatin”) sekarang jadinya Pertalian Darah….yah akhirnya kalau dapat pekerjaan bagi-bagilah dengan keluarga pemberi kerja….ancur minah…….viva putra indonesia asli!