Lee Kuan Yew Di ChannelAsia (Belajar Dari Si Om Gaek)

Social 19 Comments »

Siang ini ada coverage Mr. Lee di ChannelAsia di depan forum para diplomat? Beberapa yang saya noted dari penampilan beliau kali ini adalah: “Keberhasilan Singapore adalah karena salah satunya Perdana Menterinya tidak kudu belajar lagi”. Dang! Top banget. Hal ini menunjukkan dua hal. (1) Sekaligus pembenaran beliau atas “diktatorisme” nya. (2) Beliau benar sekali, karena dengan demikian negara bisa konsentrasi dengan pekerjaan, tidak melulu menjabat 5 tahun (Seperti yang selalu saya sindir, 2 tahun pertama menjabat kerjanya baru orientasi, 2 tahun terakhir menjabat udah sibuk kampanye biar terpilih lagi. Halah!).

Biar kata tampang gua ada mirip Lee sipit-sipitnya, aslinya tetep Indonesia asli, namun adek kakek migrasi ke Singapore dan berikut sebagian keluarga kakek sejak tahun 1970an. Jadi sejak masih unyil ya biasa bolak-balik ke Singapore (apalagi hobby gua bolos sekolah SD sampe 1-2 bulan kekekeke), dari sejak Singapore ya kampong man! Dari jaman masih tinggal di belakang Orchard (Cairnhill Street), Orchard masih busuk ga ada apa-apanya *yang termasuk paling tua ya itu underpass di Orchard-Scotts Road, sampe Nge Ann City (Takashimaya) dibangun 1993. Intinya dari kondisi ga lebih bagus dari perkampungan di Indonesia sampe jadi metropolitan (tanpa natural resources apa-apa) Singapore dibawah pimpinan Om Gaek dari tahun 1959-1990 menjabat jadi Perdana Menteri asli gas pol ngebangun terus.

Tahun 1990 si Om, “melepaskan” jabatan PM nya ke protegenya, Mr. Goh Chok Tong, si Om kemudian menjabat jadi Senior Minister sampe tahun 2004, setelah Mr. Chok Tong pensiun, anak si Om yang sempet sakit kanker akut mengambil alih nerusin jadi PM, Lee Hsien Loong, dan antiknya si Om ambil posisi jabatan antik yaitu Minister Mentor.

Gua sih ga peduli dan ga lagi mo bahas soal bisnis keluarga, Singtel, Temasek, dan lain-lainnya (salah seorang rekan warga Singapore asli, pebisnis IT juga pernah gua komentari, kok ga coba bikin apartemen di sono, jawabnya, halah udahlah ga usah mimpi, bisnis LTA (Land Transportation Authority) itu udah bisnisnya Si Om dan keluarga), yang lagi gua mo bahas gimana si Om dengan tangan besinya berhasil membangun sebuah negara ucrit gitu ga ada apa-apanya jadi salah satu negara respectable di dunia.

Salah satu artikel paling berkesan yang gua baca pada tahun 1990an adalah ketika Singapore pertama kali memperkenalkan logo Golden Lion dan membentuk Singapore Tourism Board, adalah ketika tahun 1970an si Om nerima surat dari luar negeri dengan alamat Singapore, Malaysia (baca: alias Singapore ga ngetop pisan, masih dikira bagian dari Malaysia padahal sudah talak tiga sejak tahun 1965). Si Om marah dan komen dengan para founding father negara kota itu. “Woy, njing njing *gaya Bandung tea … geuleuh nyak meni orang te nteu nyahoo (ga tau) dimana Singapore te… dasar katrok pisan!” then Let’s build STB!. Ngeri coy, titahnya jadi langsung. Ibarat sim salabim.

Seorang rekan dekat juga selalu berkomentar, Indonesia ini hanya bisa dipimpin oleh dua jenis pemimpin: 1. Yang ditakuti. 2. Yang disegani. Singkat kata, Indonesia masih butuh Pawang! Lah iya dong secara coba liat sekarang, Partai mewakili sapa? Mewakili para wakil partai kan? Kalo jual janji emang bilang mewakili rakyat. There’s something terribly wrong with this country management. Our country. Yang pinter-pinter pun pada apatis ga mau ikut nyecam dan bongkar kebusukan sistem ini. Mau ngomong ga demokrasi? Halah demokrasi tea dagangannya Amerika. Apa sih demokrasi? Nyekem Iran? Nyekem Cuba? Hehehe… mana yang ada minyaknye aje Amrik dah ngiler biji kodoknye ๐Ÿ˜€ Heran Indonesia minyak dan emas banyak ga disekem Amrik? Blon aja kaleeee, bagiannya masih enak boss ๐Ÿ˜€

Om Gaek komentar, mungkin ketidakbutuhan Perdana Menteri di Singapore untuk belajar (baca: tidak perlunya inefficiency karena baru menjabat), alias semua di kader, membuat Singapore bisa tancap gas langsung membangun. Lah modal apa sih itu negara? Apa-apa juga ga punya ๐Ÿ˜€ hehehe ngandelin Port (baca: Hub) doang kan ๐Ÿ˜€ , tapi good governance, concern ke pembangunan public facility, good policy, welcome foreign investment, menjadikan negara kampong tersebut menjadi tidak kampongan lagi.

Ending yang classy, adalah ketika si Om ditanyakan mengenai pendapat tentang keberadaan Dubai. Secara Dubai adalah salah satu kota paling banyak dibicarakan di dunia saat ini. Dibawah pimpinan Sheikh Mo (Mohammed Rashid) sebagai generasi kedua telah berhasil membangun Dubai sebagai negara kota paling maju di kawasan semenanjung Arab, Si Om berkomentar dengan elegannya “Ya Dubai merupakan partner strategis kami dalam pengiriman cargo ke timur tengah, dan kami sangat me-welcome Dubai menjadi negara yang maju dan merupakan hub di kawasan semenanjung Arab. Kita akan liat nanti sustainablenya bagaimana apakah Dubai tetap bisa mempertahankan kondisinya, dan kalaupun demikian sangat disyukuri karena mereka memiliki resources yang mendukung untuk itu”. Very classy Om! A touch from Minister Mentor.

Yang gua kadang iseng kepikiran waktu sekem-sekem-an sama Apple kenapa gua pake nama Adinoto Lee aja ya biar terkencing-kencing tuh para Director sekem itu wakakakaka… Secara gua bolak-balik ditanya “Adi, are you sure you’re not Chinese?” melihat nama turunan Arab gua. Hahaha gua nyengir aja, belon tau kali dia nama bawaan lahir gua malah Mohammad! Apa Bandung perlu kerjasama dengan Shiekh Mo nih biar lancar urusan pembangunan kota tercinta ini? Nanti dulu kaleeee… beresin dulu itu pejabat korupsi. Kata Amal sekali-kali itu di Cihampelas jangan cuma Superman dan Batman doang digantung-gantung, kalo perlu pejabat korupsi sekali-kali digantung disana!

Sudahlah, cukup pidato calon walikota malem ini. Kita ketemu besok yee di PestaBlogger.com, Jangan lupa kita charity bagi-bagi CD OpenSUSE lohhhh bwakakakaka… *iseng sekemnya keluar lagi. ๐Ÿ˜€

Mini Gathering: Pesta Blogger Sabtu 27/10/08, Grand Indonesia 10:30-15:00

Macintosh, Social, Technology 20 Comments »

Anak-anak komunitas Mac pada mo dateng di acara PestaBlogger sabtu ini ga? Kalo ada pada mau dateng, boleh tuh kita mini gathering tuh disana. Silahkan liat di www.pestablogger.com, nah pasti rame nih PestaBlogger disantronin anak-anak komunitas. Ada komunitas Mac, ada komunitas Linux. *Enda, kalo bagi-bagi CD OpenSUSE disana bole ga boss? wakakakka mumpung ada 1000 keping nganggur nih? Ada yang mau? Apa kita buka lapak sebelah? *ngacirrrrr

Kalo pada mo vote Aa Nata di nominasi blog teknologi boleh tuh vote di http://www.bubu.com/pestablogger/blogContest.php itung-itung latihan voting Calon Walikota Bandung tea ๐Ÿ˜› *ngacirrrr

Ditunggu ya rekan-rekan diacara tersebut… siappp? makan-makannnnnn!!

Jual Rumah Di Kawasan Town House Istana Pasteur Regency

Social 27 Comments »

Teman-teman, sehubungan dengan status kita yang swallow (swasta loyow), demi memenuhi modal untuk memimpikan punya ruko tempat dagang baso yang mendukung open source, gua mo jual sebuah rumah kecil tapi super strategis bow. Ukuran sih cuma 61m2, tapi itu didalam kawasan Istana Pasteur Regency, alias tinggal ditingkatin aja jadi deh Town House ga perlu keluar uang 1,7M seperti beli town house di developer itu. Request price cuma 500 juta saja. Yang pasti uang ini akan dipake untuk tambah-tambah beli ruko, dan mendukung gerakan open source! Percayalah sama Aa calon walikota ini.

Posisi persis ada disebelah Pintu Tol Pasteur. Jadi buat yang suka ke Jakarta ato keluar masuk pintu TOL PASTEUR ke Cimahi coba liat disebelah kiri jalan (arah ke Jakarta) nah itu udah pada jadi Town House Istana Regency grupnya Istana yang punya BEC, Apartemen Butik Dago, dan Bale Pakuan town house itu.

Barusan gua browse di googlemap ternyata udah ditandain oleh developernya. Skrinsut sebagai berikut:

image lebih besar ada di sini dan buat yang mo liat di googlemap ada di sini.

Posisi rumah adalah yang di gambar X itu. Tuh kan keliatan kalo posisi rumah sudah masuk blocked kawasan Town House Pasteur Regency.

Ayo dong buat para pengusaha yang ga swallow yang mendukung philanthrophist swallow seperti saya, kita tunggu kabar baiknya.

Note:
Sebagian dari hasil penjualan rumah akan disumbangkan buat kegiatan mensukseskan gerakan open source di Indonesia. Dan dipergunakan sepenuhnya untuk membangun usaha yang mendukung gerakan open source dan melek teknologi informasi di negeri ini.

Hormat saya,

Adinoto A Kadir

+62 855 218 1888

What Happened If You Steal The Company You Worked For?… Learn From Apple Store’s Case

Macintosh, Social, Technology 11 Comments »

Apple gave all of its employees and store employees the best gadget in the world a.k.a iPhone for free on last July 2007. Then another generosity for forthcoming holiday present, Apple is dropping iPhone’s price for 200 dollar from 599 dollar to 399 dollar for its 8GB iPhone model. Then to make the customer happy, Apple is giving away 100 dollar credit for early adopters.

And there goes 800 greedy store employees trying to cash back the 100 dollar from the company they worked for… what would you do if you’re the CEO of the company? I would do the same to what Apple did…. fire them all! There’s a good article on this from Arstechnica. A good discussion as matter of fact. Is a fact of decencies, manners and integrity to what people lost today.

Now what would you do if you’re the CEO of the country? Would you fire all the public servants and your staffs if they cheat on their duties? This bold move is remain to be seen in this wonderland.

And is it by mean that there’s 800 eligible posts for new recruits? Of course. And I would seriously picked the one with strong integrity while sometime a bit pain in the ass like myself rather than someone with bad attitudes. Director for Asia Pacific, Steve? ๐Ÿ˜› *grin

Pembahasan dan Menguak Misteri Seputar “Chip Budget”

Macintosh, Social, Technology 14 Comments »

Karena masih banyak rekan-rekan di forum yang kelihatannya kurang jelas seputar permasalahan pemilihan processor, dan ada pendapat bahwa chip PowerPC lebih mahal daripada Intel, sehingga Apple memutuskan menggunakan Intel processor, saya merasa terpanggil untuk bisa menerangkan beberapa hal yang berkaitan dengan harga processor, cost produksi dan “chip budget”. Karena bahasan seputar “chip budget” ini tidak terikat pada produk-produk Apple saja, lebih luas lagi berlaku secara umum bagi processor-processor milik Intel atau AMD, maka forum di blog mungkin dapat memberikan dampak penyaluran informasi yang lebih luas. Sebelumnya dokumen ini dan seluruh blog saya ingatkan adalah macnoto-license (alias dapat dicopy dan dipergunakan untuk kepentingan publik, terutama untuk kepentingan sosial, apabila diposting dipublik harap menyertakan sumber informasinya dari mana dan apabila dipergunakan untuk kepentingan bisnis, mohon disumbangkan 30% untuk kepentingan sosial dan CSR. Kalo ga mau disekem ๐Ÿ˜€ ) kekekee…

Sebelumnya saya perlu menjelaskan seputar “chip budget”. Konsep “chip budget” ini pertama kali saya dengar dari buku “Inside the PowerPC Revolution” pada tahun 1994, ketika masa itu PowerPC diharapkan menjadi saingan berat Intel dipasaran desktop dan consumer market.

Chip budget ini artinya adalah: Setiap chip di desain dengan budget in mind. Jadi apabila seseorang/company mendesain sebuah chip untuk produksi massal maka dikepalanya yang terutama adalah “berapa budget produksi chip ini”, “berapa nilai jual akhir” dsb. Jadi setiap chip dan kompleksitas desainnya memiliki string dan keterikatan trade-off yang besar, yaitu COST.

Desain chip dengan arsitektur Intel x86 (yang hampir bisa dipastikan ada pergunakan di desktop anda hari ini), pada awalnya merupakan desain chip yang kompleks, membutuhkan biaya besar untuk produksi, dan mengandung ribuan instruksi low level yang sayangnya jarang dipergunakan semua (tidak efisien). Secara praktek, hanya ada sedikit instruksi low level yang sering dipanggil (system call), yaitu ADD, SUBSTRACT, BRANCH, PREDICT, dan ribuan instruksi tadi pada dasarnya bisa dibangun dari permutasi dan kombinasi dari 4 system calls diatas.

Desain chip yang lebih efisien, yang ditemukan kemudian disebut RISC (Reduced Instruction Set) dimana desain chip dibangun sesimple mungkin sehingga peningkatan kinerja dari penambahan clock semakin mudah dikerjakan (karena semakin kompleks desain chip maka processor akan semakin mudah panas pada saat ditambah clocknya), sehingga biaya produksinya semakin murah karena desain chip yang relatif sederhana.

Saya masih ingat dengan salah satu quote eksekutif IBM ketika PowerPC mencoba mengimbangi Intel dalam “perang platform desktop”. Karena chip x86 Intel lebih kompleks untuk diproduksi dan memiliki biaya produksi 10x lebih mahal dibanding “chip modern” dengan desain RISC seperti PowerPC, maka ketika Intel menurunkan harga jual 1/2 dari harga sebelumnya, eksekutif IBM dengan tenang mengatakan “Ok, kita turunin harga PowerPC juga separuhnya” ๐Ÿ˜› Secara cost produksi PowerPC waktu itu hanya 1/10 dari harga cost produksi Intel Pentium.

Faktor lain yang menjadi konsiderasi harga dan cost produksi adalah ECONOMIES OF SCALE atau skala ekonomi. PowerPC pada saat itu mencoba peruntungan di pasar yang dibangun Intel bertahun-tahun dengan semboyan “Intel Inside”, dan membangun keterikatan dengan para pedagang retail dan manufaktur untuk membangun “bonding” (kalo ga mau disebut monopoly… monopoly kan kalo pake kekuatan pemerintah, nah kalo pake kekuatan bisnis apa bisa disebut monopoly? apa otomatis market leader disebut monopoly? ga kan?), dengan membundle produk-produknya agar berbasis produk keluaran Intel.

Setiap chip itu pada dasarnya diproduksi setelah melalui certain “BLACK BOX”. Silicon wafer di proses, menghasilkan chip yang dapat bekerja dengan clock tertentu (dalam range tertentu), misal dahulu kala, ketika setelah melewati proses produksi X… chip yang dihasilkan adalah yang bekerja dalam clock 16MHz, 20MHz, 25MHz, 33MHz… Bagi produsen Chip RISC (Seperti MIPS dan Sun), chip hanya dijual dalam clock yang diinginkan, jadi apabila mereka ingin menjual chipnya dengan clock 33MHz maka tidak perduli 90% hasil produksinya adalah chip dibawah 33MHz semua akan dibuang! Sehingga mengakibatkan harga jual produknya harus mengkompensasi produk yang dibuang. Berbeda dengan Intel, Intel yang dahulunya perusahaan produsen Memory (kalah melulu, baca: blog saya), beralih ke bisnis Microprocessor, Intel memutuskan menjual semua konfigurasi hasil produksinya, misal 16MHz dijual, 20MHz dijual juga, 25MHz dijual juga, 33MHz dijual juga (ada yang ingat 386SX-16 anyone? ๐Ÿ˜€ ).

Tiga belas tahun setelah usaha revolusi PowerPC di desktop (yang gagal, namun PowerPC berhasil sukses di produk-produk console — seluruh major game console menggunakan produk PowerPC, Nintendo GameCube, Sega DreamCast, Microsoft XBOX, Sony PS3 = total bisnis 20 juta chip setahun dan increasing), paradigma CISC dan RISC tidak lagi terlalu relevan di sisi pengguna akhir. Mengapa? Karena chip Pentium dan iterasinya (Core 2 Duo) atau AMD Athlon XP dan iterasinya merupakan chip yang sudah “mirip RISC”… memiliki vector unit untuk pemrosesan vector (baca: FPU = Floating Point Unit), walaupun chip-chip CISC konvensional tidak memiliki pemrosesan vector yang hebat seperti halnya chip-chip RISC (Mengapa dahulu 3D hanya bisa dijalankan dengan baik di Workstation UNIX). Saat ini cost produksi chip lebih ditentukan oleh CRITICAL MASSES dan ECONOMIES OF SCALE tadi. Mengapa?

Karena biaya memproduksi chip itu tidak lebih dari 10-15 dollar per chip. ๐Ÿ˜€ Produk yang sama dengan variant yang berbeda dapat dijual dengan range harga 70-an dollar (untuk Celeron) dan 250-an dollar untuk Core 2 Duo kelas midrange, 1000-an dollar untuk Intel Core 2 Extreme atau sampai dengan 10,000-an dollar per chip untuk XEON server pada produk-produk midrange server produk branded!! Bayangkan. Menjawab kenapa Intel saat ini merupakan perusahaan yang paling menikmati keuntungan hasil branding image “Intel Inside” yang ditanamkan dan dibina lebih dari 20 tahun terakhir.

Jadi pertanyaannya kemanakah semua cost produksi itu? Cost produksi terkait dengan “Manufacturing Process”. Apabila anda perhatikan maka setiap proses manufakturing yang lebih canggih akan membutuhkan pabrik-pabrik yang baru. Apabila anda perhatikan box processor Intel anda maka anda akan memperoleh tulisan 90nm (90 nanometer), atau 65nm, atau proses berikutnya nanti 45nm. Setiap proses manufakturing itu menelan biaya pembangunan pabrik dengan nilai miliaran dollar. Nah pabrik-pabrik tadi akan “dibiayai” dengan setiap chip yang terjual. Dan setiap chip ini memiliki “pasar” tertentu, misalnya para gamer yang cenderung memilih chip dengan clock yang lebih tinggi dipasaran (tentunya dengan harga jual yang lebih mahal), dan pasar mainstream (pengguna biasa) yang cenderung price sensitif (memilih processor dengan harga yang paling pas dikantong), dan pasar korporat (yang cenderung tidak price sensitif dan membeli chip XEON dengan harga yang jauh lebih mahal pun tidak masalah). Setiap chip yang terjual tadi sebagai faktor pengali, dan biaya promosi marketing akan menjadi nilai titik balik biaya produksi produsen chip tersebut.

Jadi pertanyaannya berapakah harga produksi chip Core 2 Duo 1.66GHz, 1.83GHz, 2.0GHz, 2.16GHz, 2.33GHz, atau so called “Santa Rosa” 2.4GHz? Ya sama aja. ๐Ÿ˜€ hahahahaa….

Capek ngaso dulu ah… buat anda mikir dulu, nanti saya terusin lagi ya ๐Ÿ˜€

*Kata Made heran ya dengan masyarakat atau pelaku bisnis, “Mentang-mentang dosen, dikira ga pengalaman berbisnis. Lah sama saya bukan dosen dianggap nanti ga lebih tau dari dosen” Hehehe nasib hidup di masyarakat yang terlalu lama dibungkam informasi.

Vote Macnoto for Walikota Bandung!

<a href=”http://www.lintasberita.com/submit.php?phase=2&url=http://adinoto.org/?p=452″>
<img src=”http://www.lintasberita.com/buttons_lb/lb_80x15_d.gif” />
</a>

WP Theme & Icons by N.Design Studio
Entries RSS Comments RSS Log in