Salah satu solusi pengentasan kemiskinan seperti yang bolak-balik saya sering ulas adalah mengembalikan jajanan rakyat. Karena dengan mengembalikan jajanan rakyat (1) Menyediakan tempat-tempat jajanan publik yang terjangkau dan bersih. (2) Mempertahankan nilai mata uang. (3) Melatih masyarakat biasa memutar uang. Maka peruntukan uang untuk hidup bagi sebagian besar masyarakat akan terselesaikan (terkecuali buat masyarakat yang memang malas).
Apabila alokasi pengeluaran uang dapat dikontrol maka kita pada akhirnya akan mencapai suatu kondisi yang dapat disebut stabil. Sekian persen untuk makan, sekian persen untuk pendidikan anak, sekian persen untuk rumah tangga, sekian persen untuk tabungan. Sisanya baru menumbuhkan industri kecil/besar berbasis masyarakat yang pada akhirnya mampu memproduksi barang dengan harga murah (affordable) bagi seluruh lapisan masyarakat, seperti halnya Cina. Jangan seperti sekarang dasar mental calo, segala barang bisanya beli di Cina. Mau merk-an dikit beli merk lain (padahal buatan Cina juga). Parahnya mental ini melanda sampe seluruh jajaran pemerintah dan pengambil keputusan di negeri ini. Masyarakat dilarang pintar (baca: Sekolah Mahal), lah kapan mo pengentasan kemiskinan. Naikin aja sekalian BBM 9 ribu perak karena harga di pasar internasional demikian (Apa segitu bodohnya ya kita disuruh nelan omongan para menteri keminter ini, lah kita ini PRODUSEN BOSS, bilang aja ga rela jual murah buat rakyat sendiri — karena bisa jual mahal di luar).
Salah satu pengalaman yang mencengangkan kemaren adalah ketika setelah hujan es, gua sempetin nepi mesen bandrek dan rebus-rebusan di kawasan Soekarno Hatta, Bandung. Pesen 6 bungkus makanan rebusan (ubi singkong + isi pisang 2, ubi singkong + gula merah, sama makanan apa tuh yang separuhnya pisang tapi bahannya ubi + ada kelapanya, sorry keburu abis ๐ )… + banrek 1. Berapa mang tanya saya. “Empat ribu perak kang”. Hah? 4 ribu perak untuk makanan sebanyak itu? Hmm let me count. 6 buah makanan + 1 minuman = 4 ribu?? Hm mungkin makanannya 500 perak-an dan minuman seribu perak. Yaiks. Terasa duit di kantong berharga sekali dan lama kempesnya. ๐
Bayangkan apabila kita memberdayakan makanan tersebut terjangkau di tempat-tempat yang menarik dan bersih seperti Paris Van Java dan banyak tempat di sepanjang jalan. Food court yang terjangkau lokasinya dan bersih. Lah ini negara boro-boro mikirin foodcourt wong cikal bakal masyarakat pintarnya (baca: Mahasiswa!) aja mau makan dimana sebodo teuing. Banjir becek ga ada ojek bokek juga sebodo teuing! Doooh. Negara sekem emang.
Bayangkan makanan tersebut lebih enak kan daripada latte di caffe biar gaya nongkrong 150rb sekali gesek (Mana penghasilan pas-pasan lagi, dijamin anda cuma hidup buat hari ini! Ga punya tabungan. Hayoo ngaku! ) Beberapa rekan yang saya kenal hobby punya penyakit metropolis gini (sorry kalo bukan anda), tiap hari harus nongkrong di caffee, buka laptop, chatting ga jelas, keluar duit tiap hari, lah kapan cari duitnya???? Mbingungi.
Ya gitu deh silahkan cerna sendiri. What we need is a competent tyrant, not a democracy! Berikut gua kasih gambar makanan buat bikin ngiler di ujan-ujan gini. Sorry fotonya tinggal 1, abis keembat ga inget elu elu pada sih ๐ Doooh ๐
Aa Nata for Walikota Bandung? Kenapa tidak ๐
Recent Comments