Renungan: Berapa Banyak Uang Yang Anda Habiskan Dalam Sehari?

Social 61 Comments »

Pertanyaan ini ditujukan hanya buat kalangan orang biasa, pekerja, pengusaha swallow seperti saya, bukan untuk para OKL yang bisa mengadakan pesta perkawinan semegah *cough bikin perusahaan 😉

Pertanyaan ini sebenarnya mengacu pada satu hal, apakah nilai uang dan UMR di negeri kita ini sudah terbilang layak? Tujuh belas tahun yang lalu (ya, Rendy masih kelas 1 SD! 😀 ) saya bisa menikmati pendidikan tinggi di salah satu universitas negeri ini dengan uang saku 60 ribu rupiah per bulan. Uang segitu cukup untuk makan, transport dan biaya fotocopy rutin untuk menunjang pendidikan tinggi di negeri ini (kala itu). Uang kuliah semester juga tergolong murah hanya 90 ribu rupiah satu semester (itu juga udah pake demo, karena tahun-tahun sebelumnya hanya 60 ribu rupiah yang berarti kenaikan cukup tinggi sebesar 50%). Makan di kala itu di kantin-kantin kecil masih sekitar 700 rupiah dan belanja makan 1700 sudah merupakan suatu kemewahan luar biasa. McDonald pun beberapa tahun kemudian Fillet-o-Fish nya hanya Rp.1700 perak, artinya bawa 10 ribu perak di kantor berani deh ngajak cewe nonton dan makan 🙂 Gaji professional saat itu (1995-1996) berkisar 2 juta hingga 4 juta rupiah.

Tujuh belas tahun kemudian, setelah 10 tahun kita mengalami krisis moneter, sebagian besar masyarakat masih bergulat dengan pendapatan minimal 10 ribu rupiah perhari. Makan bubur pinggir jalan juga sekarang berdua sudah ga berani bawa duit kecil dari 50 ribu rupiah. Transport ini itu pun memakan biaya lebih dari 10 ribu rupiah. Taxi jaman dahulu masih berfoya-foya dibawah 10 ribu rupiah, sekarang bisa melebihi 100 ribu rupiah (tergantung jarak). Pertanyaannya adalah berapa banyak uang yang anda habiskan dalam sehari?

Apabila anda menghabiskan 300 ribu rupiah dalam sehari berarti sebulan anda membutuhkan 9 juta rupiah dalam sebulan, itu belum terhitung biaya rutin bulanan untuk keluarga, dan yang paling penting adalah tabungan. Apabila sekarang kebanyakan entry level engineer menikmati pendapatan hanya 2 juta sampai 4 juta rupiah maka bisa dipastikan bahwa hidup anda tekor. Parameter lain bagi pekerja di kota-kota besar sebenarnya cukup sederhana, coba cek tawarkan membeli laptop hari itu juga, apakah dia memiliki uang lebih bersisa untuk pengeluaran mendadak seperti itu?? Bisa dipastikan kebanyakan orang biasa tidak memiliki tabungan yang cukup untuk pengeluaran mendadak seperti itu.

Sebenarnya apa yang salah dengan kondisi ini? Apakah biaya hidup di negeri ini sudah sangat tidak kompetitif dibandingkan dengan biaya hidup di negeri lain (relatif terhadap penghasilan?) Apabila demikian bisa dipastikan lebih banyak orang berpendidikan memimpikan meninggalkan negeri ini untuk sekedar jadi kuli kerah putih (atau biru) di negeri orang meraup sekian ribu dollar sebulan.

Dalam pengamatan saya memang kondisi biaya hidup di negeri ini sudah semakin tidak masuk akal (terutama di kota-kota besar), tidak berlalu di beberapa kota kecil yang masih cukup murah dan kompetitif. Harga makanan dan layanan pun disini relatif sangat mahal (apalagi apabila dibandingkan dengan kondisi pelayanan dan kebersihan) yang di tawarkan di tempat  (negara) lain.

Bagaimana menurut anda? Apakah ada yang salah dalam penataan sistem hidup di negeri ini? Ekonomi biaya tinggi? Dan bagaimana kota tempat tinggal anda? Dan bagaimana anda bisa menyelamatkan diri dari keadaan ini? Pertanyaan berikutnya, apabila anda-anda yang sudah punya kebutuhan tertiary mengakses internet saja masih kelabakan dengan mensiasati kondisi hidup di negeri ini, bagaimana anda bisa menolong orang lain yang notabene rakyat jelata??

Kegedean Topi

Bandung, Social 11 Comments »

Menilik kebelakang 17 tahun yang lalu ketika saya baru menjadi mahasiswa baru di kampus gajah, saya berkesempatan mampir dan menginap di rumah orang tua angkat kakak saya yang paling besar yang bedanya cukup jauh 7 tahun (secara begitu beliau sudah 25 tahun? kita masih masih kiyis-kiyis abegeh culun 😀 di bilangan Cempaka Putih, Jakarta.

Beliau (orang tua angkat kakak saya) adalah salah satu pengusaha sukses, berpendidikan tinggi (Doktor dari Jerman) namun berpengalaman nyata di lapangan (terbukti dari sekian banyak inovasinya dan di lepas menjadi perusahaan besar di Indonesia, yang kemudian dimiliki beberapa konglomerat negeri ini).

Di rumah tersebut yang bergaya jepang (kayu dan sliding door) terdapat banyak sekali karpet tebal bercorak, baik di lantai maupun di dinding, yang pada masa itu berharga sekitar 5-15 juta selembarnya. Di rumah tersebut juga saya perhatikan ada banyak pembantu rumah tangganya, dan seorang mahasiswa perguruan tinggi swasta X Jakarta yang masih bersaudara dengan ybs.

Ketika sarapan pagi, saya pagi-pagi kena ceramah dan kena sekem si Dr. X tersebut. “Kamu ITB ya? wah ITB kegedean topi!” “Saya banyak dipanggil untuk melihat kerjaan anak-anak di Departemen Desain dan Teknik X”, “Banyak yang disana bilang kerjaan (mengecor logam x) tidak bisa dilakukan disini, hanya bisa di Jerman, dll… lah begitu doang mah ngajarin tukang las/cor lokalan juga bisa.”

Salah satu cerita lain adalah ketika menjelang sholat Jum’at saya jalan dengan pembantu beliau, ngobrol ngalor ngidul. Katanya “Ya banyak yang ga kuat ikut Bapak, karena Bapak keras orangnya”…. hmm ketika sampe di rumah sang pembantu rumah tersebut saya tanya sedang ngapain (yang terlihat sedang menenun dari besi-besi plang besar yang ternyata dipergunakan untuk membuat karpet supermewah hand made itu)… Yang bersangkutan menjawab sambil menunjukkan majalah “Oh ini mas, sedang niru Picasso”… glek! Mati gua!!

Moral of this story: Banyak orang-orang pintar (ato di pendidikan tinggi, di pemerintahan jabatan tinggi) sangat tidak membumi dan kegedean topi. For sure ga ada manfaatnya buat rakyat!

WOSOC 2008: Workshop Open Source di Bali, Nov 30-3 Des 2008

Social, Technology 7 Comments »

Beberapa waktu yang lalu, saya ngobrol-ngobrol dan diinformasikan oleh seorang rekan, I Made Wiryana, salah seorang rekan yang konsisten sebagai penggagas dan penggiat gerakan open source di negeri ini seputar Workshop International Open Source dan Open Content di Bali.

Workshop ini cukup significant menandai keberadaan Indonesia di dunia Open Source Internasional, menggagas solusi untuk berbagai sektor mulai dari Sektor Pendidikan, Government, Kesehatan, dan secara spesifik membahas berbagai aspek penggunaan open source mulai dari dari database besar, ERP (enterprise resource planning), SCM (supply chain management), dan berbagai aspek lainnya.

Beberapa nama Indonesia disana terlihat tampil sebagai pembicara bersama dengan pembicara lain dari Cina, Prancis, Jerman dan USA. Nama-nama yang tak asing bagi saya disana adalah Moh DAMT dan Romi Satrio tampil juga sebagai pembicara.

Ok, salam sukses buat semua. Dan semoga hasil WOSOC ini dapat bermanfaat bagi seluruh rakyat seperti pengharapan kita semua. Dan bagi rekan-rekan yang berminat untuk berpartisipasi dalam acara ini, dapat menghubungi panitia acara di WOSOC-CONFERENCE.org

Apakah Multi Partai Itu Efektif Untuk Indonesia?

Social 28 Comments »

Masa kampanye sudah dimulai. Baru kali ini masa kampanye diperkenankan dilaksanakan jauh hari sebelum hari H pemilihan legislatif (April 2009). Yang jelas masa kampanye ini bakal melelahkan seluruh anggota partai yang ada. Dan semoga tidak cukup melelahkan bagi rakyat yang jadi penontonnya.

Satu tahapan kehidupan umur manusia sudah dilewati untuk belajar dari pengalaman Pemilu tahun 1955. Maksudnya pada tahun segitu, kebanyakan anda-saya kan belum lahir. Ya paling tidak ada sejarah yang bisa dijadikan acuan apabila ingin hasil yang dikerjakan bukan merupakan suatu kesia-siaan belaka.

Dengan lebih dari 300 kabupaten kota, dan termasuk pilkada, Pemilu (baik daerah, pusat) merupakan salah satu cost center yang tidak kecil bagi anggaran negara. KPU sendiri mengajukan anggaran 47.9 Trilyun untuk Pemilu 2009 yang dinyatakan oleh Mendagri masih terlalu besar untuk dipenuhi oleh APBN.

Belum lagi dana yang dikeluarkan oleh masing-masing partai yang mencapai ratusan miliar, dan efek domino bisnis terkait dengan proses pesta demokrasi rakyat ini.

Apabila total subsidi BBM yang diributkan tidak ada akhirnya hanyalah melakukan penghematan 10 Trilyun, dan seorang Presiden tidak memiliki absolutisme untuk meletakkan dasar kepemimpinan dan fundamental suatu kenegaraan yang kokoh karena sistem multipartai membuat DPR juga memiliki kekuasaan untuk mengimbangi Presiden, dan rakyat masih sibuk kelaparan dan kebingungan dengan biaya hidup di Indonesia yang semakin tinggi, kok rasanya model pemerintahan di negeri ini jadi membingungkan bagi sebagian besar rakyat termasuk saya ya. Presidential ato Parlementer? Ato masihkah model multipartai itu cocok bagi negeri ini?

Jangan sampai negeri ini hanya sibuk melaksanakan pesta demokrasi, padahal rakyatnya mati kelaparan, dan cenderung tidak memilih (golput). 34 Partai peserta dalam pemilu 2009 hanya akan membuat dominasi satu diantara lainnya menjadi tidak mungkin. Bagaimana bisa efektif bekerja apabila DPR hanya diwakili fraksi yang memiliki 1 wakil.

Apakah sistem multipartai itu efektif untuk Indonesia, ataukah hanya euforia untuk suatu kata mahal bernama demokrasi?

Joke of The Day!: Apa Bedanya Jadi Direktur PLN Jaman Pak Harto Dan Sekarang?

Social, Technology 37 Comments »

Bedanya, jaman Pak Harto, listrik jawa-bali mati sehari, jabatan melayang. Sekarang? Mau mati mo ga, sebodo amat… yang penting dagangan genset payuuuu 😀

Serious mode: Dengan pernyataan bersama para pengusaha Jepang di Indonesia, dan kemungkinan mereka hengkang dari negeri ini kayaknya potensi kehilangan pendapatan negara nilainya jauh lebih besar, dibandingkan “so called subsidi” BBM. 😀

Batere batere… butuh batere ga? 😛 *ngacirrr 😀

WP Theme & Icons by N.Design Studio
Entries RSS Comments RSS Log in