Barusan pagi ini membaca tulisan di detik.com seputar Menkominfo Kurang Pahami IGOS, Siapa Yang Salah? menggelitik ingatan tua saya. Rasanya sudah saatnya saya pantas membuka buku sejarah yang sudah lama saya simpan. Semua berawal dengan perjalanan hidup seorang bonek bernama Macnoto. Yup that’s me. Bonek. Saya walaupun lebih dikenal sebagai Macnoto aslinya pernah tidak menggunakan Apple lagi sejak tahun 1997. Padahal saya adalah seorang pencinta Apple Mac sejati sejak perkenalan saya dengan Mac di tahun 1987 dan menjadi Apple Product Specialist ditahun 1994. Mac was fun. Not anymore. By 1997 standard. Lalu saya mewakili BeOS (another technology breakthrough on its time) 1996, lalu bekerja di Lotus. Lotus was fine, tapi greget evangelism nya jelas tidak sama dengan fanatisme BeOS atau Mac! (BeOS users lebih fanatik daripada Mac users!!). Lalu saya membuka usaha sendiri, semua consulting firm kecil dengan ambisi besar (*wakakaka)… saya pernah bertemu dengan Bapak Syamsul Mua’rif (Menkominfo pertama) dan memberikan pandangan tentang pentingnya pemerintah memperhatikan INFRASTRUKTUR IT di Indonesia, karena apabila tidak, maka kata saya yang pintar paling bekerja di multinational company, dan yang lain sibuk ngurus bandwidth (baca: bikin warnet). Sayang sekali padahal potensi mereka besar sekali untuk naik ke level yang lebih tinggi, instead of, cuma ngurusin bisnis yang bukan bidang mereka (baca: bisnis infrastruktur adalah bisnisnya telcos company). Pertemuan tersebut cukup memberikan kesan baik dimata Bapak Syamsul sehingga saya dijuluki “Bill Gates dari Bandung”… *narsis mode.
Lalu Open source, hampir seluruh solusi yang dikembangkan oleh saya dan tim adalah berbasis open source, termasuk kami pernah menggarap (bahkan sudah sampai tahap negosiasi dengan salah satu distribusi besar) untuk menjual secara retail Sistem Operasi berbasis Open Source (yang pada prinsipnya hanyalah membuat DE = Desktop Environment yang lebih baik/dan lebih familiar (baca: Windows-like) dibandingkan GNOME dan KDE), it never materialize! Kenapa? Ya dihitung-hitung duitnya ga cukup untuk membiayai development 2 tahun, karena namanya membuat OS = Lifetime Commitment yang berarti never ending update cycle (kalo ga salah sekitar pada saat Firefox masih diversi 0.6-0.7 dan Thunderbird masih 0.1-0.2).
Lalu Apple, cinta saya kembali bertaut di perusahaan buah ini adalah ketika Apple memutuskan untuk membangun sistem operasi barunya berbasis UNIX dan membuatnya Open Source. Tentu, buat para aktivis Open Source gaung Darwin sebagai salah satu oprekan tidak seheboh Linux. Darwin merupakan nama Sistem Operasi yang dipergunakan Apple saat ini fully 100% Open Source, KECUALI! component GUI nya yang disebut AQUA. Nah mensosialisasikan hal sesederhana ini saja untuk ukuran seorang Bonek kadang sudah membawa tenaga ke level yang ga ada habisnya. Lelah.
Pada tahun 2003, saya memiliki kesempatan bisnis untuk membawa migrasi client besar saya dari suatu sistem operasi yang banyak dipergunakan orang ke basis Apple Mac OS X. It was huge opportunity. 16,000 units! to be exact. Baca rants saya yang lain disini. It never took off. Silly you Apple!!
Lalu tahun 2005, saya berpikir, hmm dengan company sekecil sekoci begini tidak pernah membawa ambisi saya menjadi pemain IT berpengaruh dikelas dunia. Why not riding the big ship? Lalu saya kembali menghubungi Steve Jobs dan tim untuk menyampaikan niat saya menjadi seorang agent_of_change keberadaan Apple di Indonesia sehingga terbentuknya Apple Indonesia, Inc. It was went great. Saya berhasil pertemukan banyak direktur Apple kelas kakap ke Menteri Riset Teknologi Bapak Kusmayanto, dan I was behind the scene, saya pikirkan semua topik yang harus dibahas, dibicarakan, yang salah satunya adalah BAGAIMANA APPLE BERPERAN DALAM POSISI IGOS!!!…. Wow… It was great opportunity. Steve pernah menawarkan Mac OS X gratis ke Kementerian Pendidikan China. Namun mereka lebih memilih Linux. Nah saya tangkap peluang bagus ini kenapa tidak meminta Steve untuk memblessing Mac OS X secara gratis untuk konsumsi masyarakat Indonesia *yung negara lu ini loh… Bahkan salah satu poin adalah mengatur rencana Steve Jobs untuk datang bertemu dengan Bapak SBY di Toba pada acara peresmian salah satu sekolah IT non-profit yang luar biasa di Laguboti milik Bapak Luhut Pandjaitan. (Last minute rencana peresmian oleh SBY gagal, dan kami gagal berangkat ke sana dengan tiket di tangan, karena acara dibatalkan setelah kejatuhan pesawat Mandala di Polonia September 2005, Acara berlangsung seharusnya 1 hari setelah kejatuhan pesawat tersebut, dan Presiden juga membatalkan keberangkatan karena kondisi Dollar yang waktu itu tiba2 membumbung = rapat Bidang Ekonomi).
Bapak Deputi Menteri pun aktif melakukan pendekatan ke Apple, ketika melakukan lawatan ke Malaysia beliau pun memberikan kartu nama kepada Apple Malaysia. So sorry bahwa kartu nama tersebut malah diteruskan ke distributor Apple di Indonesia yang *mohon maaf! tidak memiliki kompetensi sama sekali berkenaan dengan Open Source dan negosiasi ditahap strategis selain berjualan dan memberikan support atas jualan produk Apple di Indonesia.
Sampai suatu saat saya kesal, capek, lelah dengan semua upaya yang sudah saya kerjakan. Saya kembali menulis surat kepada Steve Jobs yang intinya mengatakan… “Steve gua udah capek. Bukannya ga ngupayain, tapi urusan sama regional office lu bikin capek. Nah ini Pak Kus, kenalin ini Steve Jobs, Steve ini Pak Kus. Mulai sekarang silahkan saling menghubungi.”
Itu adalah bentuk frustasi saya yang paling mendalam dengan upaya yang telah saya lakukan selama ini. Janji-janji surga yang dilontarkan Apple regional, dan perlunya saya untuk lebih berpikir jernih sudah sejauh mana hasilnya selama ini. Saya sudah tidak mengharapkan hasil apa-apa sampai 2 minggu kemudian salah seorang direktur Apple menghubungi saya dan chit chat sampai dengan 45 menit, yang ujung2nya menyatakan… “Adi anyway, email2 lu ke Steve Jobs juga akhirnya pasti diteruskan ke kita-kita juga. We’re pretty much retail company. I can say You’re ready. We’re not.”… Ah… gua yakin ini sih bukan jawaban dari seorang Steve Jobs. Tapi emang males aja mereka mikirin diluar konteks Apple sebagai pedagang Mac dan iPod.
Sekarang Bonek dah capek. Lelah. Tua kaleee. Nah bagi siapa saja yang pengen meneruskan usaha ini silahkan go ahead. Mungkin saya memang tidak mampu melakukannya, karena saya hanyalah seorang bonek. Mungkin sudah saatnya Presiden/Menteri menelpon sendiri Steve dan bilang “Steve, let’s build a better world”.
Bonek perlu merasa membuka cerita ini karena mungkin berguna buat rencana pembangunan masyarakat Indonesia ke depan. Yang lebih cerdas dari sekedar masyarakat pemerhati sinetron dan gossip, porno aksi dan pencita demit.
Recent Comments