Kemaren sore gua sedang menuju ke rumah salah seorang rekan di kawasan Bandung Selatan. Istana Kawaluyaan. Deket Metro, Soekarno-Hatta. Bukan cari dukungan pencalonan 😛 cuma jalan suntuk aja liat warga (halah sarua wae :P). Muter-muter Istana Kawaluyaan, ada beberapa hal yang saya perhatikan — sesuai dengan posting warga di Pikiran Rakyat, banyak pemilik yang komplain karena komplek terlantar tidak sesuai dengan elusan kasih sayang developer dan janji surga sekem ketika kompleks baru dibangun. Jalanan bolong-bolong, banjir dimana-mana. Bagaimana nih Istana Group? Dah BEP ya? BEP ngacir? 😛
Gua perhatikan banyak banget rumah-rumah penuh tempelan para pedagang rumah seken terorganisir, Ini Realty itu lah itulah… halah mana gua hafal. Gua perhatikan juga banyak tanah kosong. Iseng-iseng gua coba telpon tanya pasaran tanah dan rumah disana sesuai dengan nomor telpon yang tercantum. “Haloo pak, iklanin tanah kosong di Istana Kawaluyaan?.. berapa ya pak kira-kira semeter?”… “hmm ya pak… 1,8jt semeter.” “Oh ok…” “Bisa nego kok pak. Pasaran ga segitu?”… “Eh? (bingung)… ” tinggi atuh bukanya kekekeke… yuk yak yuk…
Penasaran lagi liat rumah kecil mungil… “Bu iklan rumah ya? Ukurannya berapa ya?” “Ukurannya 180m2 Pak, rumah 1,5 lantai…” “Kira-kira mintanya berapa bu?”… “7,5 pak. (TUJUH SETENGAH)”. “Hmm maksudnya tujuh setengah itu apa ya? (bingung)”…. “(DENGAN KETUS).. Ya tujuh ratus lima puluh juta dong pak, masa tujuh ratus lima puluh ribu.” Glek. Itu ga salah gitu pake ketus? Langsung refleks jutex tea gua bales “Ya tapi jangan pake gitu banget dong ngomongnya… sorry (sambil meletakkan telpon kesel)”.
So what’s the point here:
1. Ekonomi negeri ini sudah morat-marit, salah satu upaya masyarakat demi mengentaskan kemiskinan adalah berlomba-lomba menjual property nya dengan harga tinggi. Hmm kenaikan harga rumah di negeri ini memang sudah tidak masuk akal. Rumah awal 2000 cuma 160jt-an sekarang 400-600jtan. :( Nah dengan UMR 900 ribu bagaimana cara masyarakat bisa memiliki Papan yang layak? Ini bener-bener mencengangkan.
2. Ada satuan mata uang baru 100 juta-an. Apa buat masyarakat demikian uang demikian ga berharganya sampe nyebut satuan “Tujuh Ratus Lima Puluh Juta” ato “Tujuh Ratus Lima Puluh” tidak lebih terhormat daripada “Tujuh Setengah”. Gua ga tau deh. Tapi SD gua biar di kampung taunya diajarin dulu adanya satuan Ratus, Ribu, Juta, Miliar.
3. Menurut kacamata Aa, rumah demikian pantasnya dihargain 120 juta, dan masyarakat diberi kesempatan untuk memiliki rumah yang layak dan melalui cicilan. Tugas pemerintah adalah menciptakan public utility yang baik, seperti akses jalan, dll. Kita harusnya kembaliin lagi namanya jadi PELAYAN RAKYAT. Jangan PEMERINTAH.
4. Terus kalo kita aja yang swallow (swasta loyow) denger harga Tujuh Setengah aja gelagapan, gimana dengan masyarakat buruh dan pekerja yang UMR nya cuma Rp.900rb. Sampe mencret juga gimana mereka bisa memiliki rumah yang layak? Kalo ga kembali ke gang dan tinggal dibawah standar sanitasi yang baik. Ini problem juga buat pemerintah kota.
Recent Comments