Tragedi Pilkada: Apakah Kerusuhan Akibat Pilkada Di Daerah Menunjukkan Kita Belum Siap Menerima Demokrasi?

Social Add comments

Apakah demikian? Apakah model demokrasi yang ada saat ini malah merupakan model demokrasi yang tidak cocok diterapkan di negeri ini? Semua orang bersuara. Orang-orang dengan kepentingan memainkan kerusuhan. Para Eksekutif takut terhadap anggota Dewan. Anggota Dewan takut  ke sapa? Anggota Dewan dipilih mewakili Partai. Yang mewakili rakyat sapa? Semua takut ke KPU. KPU harusnya takut ke sapa? Para Eksekutif mengumpulkan uang untuk pilkada (no matter how), timbal baliknya adalah pengembalian uang apabila menang? Lah circle nya kok para pertinggi negeri ini aja, yang ngurusin rakyat terus sapa dong?

I should say what we really need is a competent tyrant. Not a democracy. Not that I’m against democracy itself. But what really happens is we’re too doom to see that this word called democracy is fooling us.

25 Responses to “Tragedi Pilkada: Apakah Kerusuhan Akibat Pilkada Di Daerah Menunjukkan Kita Belum Siap Menerima Demokrasi?”

  1. Paman Tyo Says:

    yeahhh kita memang sedang melakukan eksperimen yang mendebarkan, bung. sayangnya ongksonya mahal. huh.

  2. dadan Says:

    Imho :
    masyarakat miskin jumlahnya masih mayoritas, dan mereka tak cukup mampu menunggu proses2 demokrasi berjalan sehingga memberikan hasil yg signifikan bagi mrk
    lah.. gimana mau sabar nunggu, untuk makan esok hari aja mrk tak tahu..

    sementara kelas menengah kita sbg tulang punggung proses demokrasi tak banyak jumlahnya…

    akhirnya berkuasalah kaum pandir elit…

  3. arya Says:

    sadly, I have to say that I agree with you in a certain point of view, but nevertheless the problem is not inside the “democracy” but rather in our knowledge and ability to understand the main idea of democracy.

  4. snydez Says:

    lha, yang milih (nyoblos) aja gga ngerti demokrasi apa, yang penting pengkultusan, yang dikultuskan kalah, ya ribut

    (berhubung lagi jaman 68% generalisasi, jadi kesimpulannya begitu)

  5. adinoto Says:

    # Paman Tyo Says:
    April 1st, 2008 at 1:54 am e

    yeahhh kita memang sedang melakukan eksperimen yang mendebarkan, bung. sayangnya ongksonya mahal. huh.

    => Betul Paman. Mahal sekali. Ongkosnya mungkin 1-2 generasi. Kita mungkin lagi chatting dan ngeblog pake VPN antar neraka-surga nanti mo liat ini jalan apa ga. 😛

  6. adinoto Says:

    # dadan Says:
    April 1st, 2008 at 6:46 am e

    Imho :
    masyarakat miskin jumlahnya masih mayoritas, dan mereka tak cukup mampu menunggu proses2 demokrasi berjalan sehingga memberikan hasil yg signifikan bagi mrk
    lah.. gimana mau sabar nunggu, untuk makan esok hari aja mrk tak tahu..

    sementara kelas menengah kita sbg tulang punggung proses demokrasi tak banyak jumlahnya…

    akhirnya berkuasalah kaum pandir elit…

    => Hehehe… betul kang. Masalahnya ya letaknya dikemiskinan itu. Masyarakat miskin (yang notabene) masih mikirin perut jadi bulan-bulanan proses yang menjadikan mereka cuma objek dagangan doang 🙁

    Memang kaum menengah tidak banyak, tapi katanya dimana-mana menentukan kang? Cuma apa karena ga ada yang berminat masuk ke partai sehingga isinya kaum pandir elit semua??

  7. adinoto Says:

    # arya Says:
    April 1st, 2008 at 7:44 am e

    sadly, I have to say that I agree with you in a certain point of view, but nevertheless the problem is not inside the “democracy” but rather in our knowledge and ability to understand the main idea of democracy.

    => Toel kang. Kita aja kaum yang masih sempet menikmati bangku pendidikan aja masih kesulitan memahaminya, apalagi rakyat jelata yang ga punya kesempatan sekolah dan masih mikirin makan hari ini? 🙁

  8. adinoto Says:

    # snydez Says:
    April 1st, 2008 at 8:27 am e

    lha, yang milih (nyoblos) aja gga ngerti demokrasi apa, yang penting pengkultusan, yang dikultuskan kalah, ya ribut

    (berhubung lagi jaman 68% generalisasi, jadi kesimpulannya begitu)

    => Hehehe can’t disagreee more 😀 Kasian kang kalo liat Calon Gubernur misalnya lagi kampanye (Misal kasus Calon Gubernur Jabar sekarang), halah yang dicari itu murni KANTONG-KANTONG penduduk yang jumlahnya banyak dan memainkan simpati. Udah melas sekali gaya kampanyenya. Sedih ga. Seperti menyaksikan Indonesia mundur 40-50 tahun 🙁

  9. ario dipoyono Says:

    Kerusuhan adalah karena pendidikan demokrasi kita yang kurang… dan dari kecil memang kita tidak di didik untuk mengakui kekalahan

  10. MisterPopo Says:

    Pilkada adalah politik biaya tinggi, politik buang2 uang, sedang hasilnya tidak maksimal. Masyarakat yang sekarang mungkin akan lebih tentram kalo para gubernur/bupati ditunjuk pemerintah pusat dan diangkat dari kalangan militer, akan lebih menghemat APBN

  11. Remo Harsono Says:

    Demokrasi itoe apa sih? 🙁

  12. rendy Says:

    gw mah sekarang2 mending ngasong deh,,,,
    pusing mikirin politik…

    nyari receh aja lah gw mah…

  13. dadan Says:

    #7
    diskusi yang asyik Oom,

    kalo versinya sujiwo tejo 😀 :
    salah satu syarat demokrasi itu adalah kesenjangan dimasyarakat tidak boleh terlalu lebar. Baik dari tingkat kemakmuran maupun pendidikan. Kalau dinegara kita gimana ya ? hahaha…

    Jika syaratnya belum terpenuhi, ya demokratis secara formal (mungkin lebih sopan disebut pra-demokratis hahaha..). Elemen demokrasi yang paling lemah (pendidikan dan kesejahteraannya) dengan mudah dimanfaatkan oleh elemen demokrasi yang lebih kuat (pendidikan dan kesejahteraannya) . Toh yang jadi pemimpin partai maupun elite lainnnya adalah adalah kelompok yang makmur-makmur itu, yang nulis aturan-aturan ya kelompok yang sama, yang tahu celah-celah peraturan adalah ya kelompok itu juga… ops…

  14. dadan Says:

    maaf, bukan #7 tapi #6

  15. idarmadi Says:

    Democrazy? orang Indonesiah sih mungkin belum memiliki kejantanan dan masih egois. Tidak memiliki kejantanan karena sering tidak bisa menerima kekalahan. Egois karena maunya menang sendiri.

    Saya pribadi sih lebih condong ke competent tyrant. Kalau tidak, Indonesia membuang waktu dan uang untuk setiap 5 tahun ada presiden baru.
    Tahun depan sudah pemilu lagi, dalam 3.5 tahun ini perubahan signifikan apa yang sudah dilakukan oleh SBY? Kalaupun ada perubahaan, akan ada perubahaan lain oleh presiden baru di tahun 2009. Biasa khan, ganti menteri ganti peraturan.
    Semoga SBY menang lagi sehingga bisa meneruskan program2nya? I doubt it. Kabinet sekarang saja isinya orang2 titipan yang incompetent seperti Aburizal Bakrie, tahun depan pasti banyak juga titipan lain.

    Democrazy tidak sama dengan pembangunan menuju kekuatan ekonomi. Contoh : Cina dan Rusia.

  16. Adham Somantrie Says:

    posting 3x sehari?
    ada apa gerangan?

  17. adinoto Says:

    To Idarmadi:
    Lebih parah lagi katanya perkiraan golput sekarang mencapai 80%. Dengan membuang anggaran sedemikian besar tapi golongan masyarakat sudah sedemikian apatis, apa masih layak ya?

  18. ndoro kakung Says:

    mungkin gini, orang menganggap demokrasi itu sorga, sesuatu yang final. padahal, mungkin, demokrasi itu sekadar jalan menuju tanah harapan … tentu saja ada riak dan gelombang. tapi arahnya sih sudah benar. mungkin …

  19. Okta Sihotang Says:

    sepertinya rakyat indonesia perlu belajar lagi ttg demokrasi (dari siapa yak ??), masih banyak yang rusuh saat calonnya kalah dsb…
    *geleng – geleng kepala*

  20. Hedi Says:

    kadang untuk mencapai sesuatu yang ideal memang butuh pengorbanan, entah besar atau kecil, dan sekarang ini kita sedang mengalaminya…
    tapi tetep, hidup golput!!! 😀

  21. yudiwbs Says:

    Namanya juga belajar, pasti nabrak-nabrak atau jatuh-jatuh dulu. Harus dianggap sebagai investasi jangka panjang (>30 tahun)

    Jangan sampai ke jaman otoriter lagi deh. Apa yang ada di kita sekarang adalah “investasi” 20-30 tahun lalu.

    Kalau maunya jalan pintas terus sih susah 🙂

  22. herman saksono Says:

    tryrant (competent atau tidak competent) menghasilkan abolutisme, dan absolitsme menghasilkan negara yang korup 😉

    masa masih mau mengulang 32 tahun itu lagi? 😛

  23. Lowongan Kerja Says:

    bukan demokrasi bro, salah memilih kalimat kali…
    menerima kekalahan baru betul…
    klu itu mah dah biasa, bukan indonesia klu tidak menerima kekalahan

  24. Hotel Murah Says:

    indonesia tidak akan pernah bisa menerima demokrasi selagi rakyatnya rakus akan uang

  25. Lowongan Kerja Terbaru Says:

    setuju gan…sebelum demokrasi yang harus dibenahi adalah pendidikan2 rakyatnya, btw walau sudah bergelar S2 sekalipun klu dah lihat duit matanya juga ijo, dan lupa ma gelarnya

Leave a Reply

WP Theme & Icons by N.Design Studio
Entries RSS Comments RSS Log in